Suara.com - Mengemukanya rencana Pemerintah Provinsi Aceh yang saat ini sedang membahas aturan perda (qanun) hukum keluarga yang didalam salah satu bab membahas persoalan poligami menimbulkan kontroversi sendiri.
Menanggapi berkembangnya persoalan tersebut, Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Syafruddin masih menganggap legalisasi poligami masih sebatas wacana dan belum disahkan.
"Ya kita dengar kan (qanun) masih wacana kan belum ada realisasinya," ujar Syafruddin di kantor DMI, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu menuturkan Aceh merupakan daerah otonomi khusus. Namun terkait kewenangan dalam hal perda, dia menekankan tetap harus dikonsultasikan kepada Kementerian Dalam Negeri.
Baca Juga: DPRA Mau Legalkan Poligami, JK: Jika Suami Tak Dibolehkan Istri, Kan Sulit
"Itu di Aceh karena pemerintah kusus otonomi khusus tapi tentu itu kewenangan konsultasi dan sebagainya Kementerian Dalam Negeri yang akan berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh," kata dia.
Ia juga meyakini pemerintah pusat dan pemerintah Aceh akan mencari jalan terbaik terkait qanun soal poligami.
"Akan dicari jalan terbaik," tandasnya.
Untuk diketahui, saat ini Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam sudah menyerahkan draf qanun atau peraturan daerah mengenai keluarga yang salah satunya mengatur tentang diperbolehkannya poligami kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Dalam draf tersebut, Pemerintah Aceh merancang aturan mengenai ketentuan poligami secara terperinci. Wakil Ketua Komisi VII DPRA Musannif mengatakan dalam qanun tersebut diatur jumlah perempuan yang boleh dinikahi laki-laki.
Baca Juga: Takut Bertentangan, Mendagri Hati-hati Setujui Qanun Poligami Aceh
Musannif mengemukakan dalam draf qanun itu seorang pria hanya boleh menikah dengan empat perempuan. Jika ingin menikah lagi, maka harus menceraikan salah satu istri yang telah dinikahinya.