Gerindra Polling Wacana Pendidikan Agama Dihapus, Warganet Malah Mencibir

Rabu, 10 Juli 2019 | 11:13 WIB
Gerindra Polling Wacana Pendidikan Agama Dihapus, Warganet Malah Mencibir
Siswa SMP Negeri 26 di Jalan Mangga, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat sedang melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Senin (22/4/2019). (Suara.com/Supriyadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akun Twitter resmi milik Partai Gerindra @Gerindra mengajukan sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk warganet melalui unggahannya.

Dalam cuitannya itu, akun @Gerindra bertanya pendapat warganet ihwal wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah.

"Bagaimana tanggapan kawan-kawan warganet mengenai wacana penghapusan pendidikan agama dari kurikulum sekolah?" tulis @Gerindra seperti dikutip Suara.com, Rabu (10/7/2019).

Namun alih-alih mendapat jawaban yang sesuai, pertanyaan itu justru mendapat banyak cibiran dari warganet. Kebanyakan dari mereka mempertanyakan apakah pertanyaan tersebut menjadi bagian dari program Partai Gerindra yang ingin menghapus pendidikan agama di sekolah atau bukan.

"Waduh Gerindra mau pendidikan agama dihapuskan???" tulis akun @makLambeTurah.

"Capek ya min jualan agama nggak menang- menang, makanya mau dihapusin?" tulis akun @IbuNe_neng.

"Nggak ada bahan lain untuk digoreng kah, min? Kasian amat kamu min...," tulis akun @narkosun

Bahkan pertanyaan oleh akun @Gerindra itu mendapat perhatian dari Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli.

Melalui akun @GunRomli, Guntur meninggalkan komentarnya dengan menyinggung kekalahan Ketua Umum Lartai Gerindra Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.

Baca Juga: KPAI: Pendidikan Agama Tak Perlu Dihapus, Tapi Diperbaiki

"Alhamdulillah @prabowo kalah akhirnya pendidikan agama tidak jadi dihapus dari kurikulum di sekolah, begitu kan maksudmu @Gerindra?" cuit Guntur Romli.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti memandang pendidikan agama di sekolah tidak perlu dihapuskan, tetapi sebaiknya metode pembelajarannya diubah.

Sebelumnya praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono menganjurkan agar pendidikan agama di sekolah dihapuskan.

"KPAI menyayangkan polemik penghapusan pelajaran agama di sekolah atas usulan seseorang yang bernama Darmono yang dimuat dalam salah satu media online telah membuat situasi memanas," kata Retno di Jakarta, (8/7/2019).

"Padahal, sepanjang pengawasan KPAI, pemerintah pusat melalui Lukman Hakim selaku Menteri Agama dan Muhajir Efendi selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI telah beberapa kali memberikan pernyataan resmi bahwa pemerintah tidak akan menghapus pelajaran agama di sekolah," sambungnya.

Usulan Darmono soal penghapusan pendidikan agama di sekolah bukanlah tanpa dasar. Menurutnya saat ini pendidikan agama di sekolah malah dimanfaatkan untuk alat politik. Pendidikan yang seharusnya memberikan ilmu tentang persatuan bangsa sedari dini, malah dikhawatirkan Darmono malah berujung dengan radikalisme. Hal itu lantaran adanya perbedaan pemberian pendidikan agama sesuai dengan agama masing-masing, sehingga seolah-olah agama itu menjadi identitas.

Mengungkit soal pendidikan agama di sekolah yang dikritisi Darmono, Retno melihat pandangan Darmono itu artinya pendidikan agama yang ada di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Retno menganggap pendidikan agama di Indonesia memang hanya difokuskan kepada persoalan teoritis namun kurang dalam mengimplementasikan ke dalam makna atau arti yang bisa dipraktikan oleh murid pada lingkungan sehari-hari.

Meskipun pada Kurikulum 2013, guru dituntut untuk bisa melakukan proses pembelajaran dengan prinsip mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis dan mencipta (5M), namun pada eksekusinya nyaris belum ada penerapan yang bisa diamalkan para murid.

"Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, proses pembelajaran di kelas lebih diarahkan kepada menghafal informasi," ujarnya.

Retno juga sempat mengungkapkan persoalan Kurikulum 2013 di mana pendidikan agama di sekolah digabung dengan pendidikan budi pekerti. Peleburan kedua pendidikan tersebut banyak dikritik masyarakat lantaran melihat dasar kitab suci masing-masing agama serta berlandaskan norma-norma dan budaya yang berlaku di suatu tempat yang berbeda. Ia meminta kepada pemerintah untuk lebih arif dalam menentukan pembagian pendidikan yang terbaik bagi anak bangsa.

Dengan demikian Retno menilai kalau pendidikan agama masih sangat diperlukan di sekolah. Akan tetapi, yang harus diberikan masukan ialah soal metode pembelajarannya serta materi yang diberikan. Semisal, materi yang diberikan ialah bagaimana bisa menghargai sesama tanpa melihat agama, ras, warna kulit ataupun status sosial.

"Hal ini bisa menjadi materi yg dianggap utama, mengingat mata di negeri ini kita sangat majemuk, keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan di Indonesia. Jadi penting pelajaran agama juga memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan memperkokoh persatuan bangsa," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI