Suara.com - Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli menilai membaca Al Quran menjadi syarat narapidana untuk bebas merupakan hal yang tidak tepat.
Pasalnya, hal itu akan menjadi beban bagi narapidana tertentu. Salah-salah, syarat tersebut malah bisa merampas hak narapidana itu sendiri.
Melalui akun Twitter pribadi miliknya @GunRomli, ia menyarankan syarat membaca Alquran bisa saja diterapkan namun bukan menyangkut sanksi melainkan solusi yang ujungnya adalah mendidik.
"Syarat bebas napi harus baca Alquran ini merampas hak napi yang sudah seharusnya bebas. Kalau mau mendidik napi jangan hanya bicara sanksi di ujung atau hilir tapi harus dari solusi di awal atau hulu," kata Guntur Romli dalam unggahannya pada Selasa (9/7/2019) seperti dikutip Suara.com.
Baca Juga: Guntur Romli Nilai Lebih Baik Mustofa Nahra Ditahan, Istirahat Sebar Hoaks
"Misalnya jadikan pendidikan baca Alquran sebagai aturan kelakuan baik dan bisa memperoleh peringanan hukuman. Dengan ini napi akan termotivasi belajar dan membaca Alquran," sambungnya.
Menurutnya, penerapan untuk memberukan pendidikan membaca Alquran merupakan tindakan yang baik, asal diiringi dengan cara yang baik pula. Namun, ia menyayangkan, yang terjadi justru sebaliknya.
"Tapi yang sekarang terjadi justru sebaliknya, napi yang harusnya bebas tapi ditahan pembebasannya karena tidak bisa baca Al Quran maka terjadikan protes dan kerusuhan," kata Guntur Romli.
Diketahui, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly ikut mengomentari kericuhan yang terjadi di Lapas Kelas II B Polewali Mandar, Sulawasi Barat akibat syarat wajib membaca Alquran.
Buntut dari kerusuhan itu, Yasonna mengaku sudah memindahkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar (Polman) Haryoto ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat.
Baca Juga: Kerusuhan Jakarta, Guntur Romli: Anies Tipikal Politisi Licik dan Psikopat
"Ya itu (Kepala Lapas Polewali Mandar) sudah ditarik orangnya ke Kanwil (Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat)," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/6/2019).