Suara.com - Dalam suatu kesempatan, Gubernur Bali Wayan Koster menyempatkan diri mencicipi salah satu arak Bali hasil produksi warga Kabupaten Karangasem dalam pertemuan keluarga alumni pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Swastika Bali di Surabaya, Jawa Timur.
Saat audiensi digelar dalam kesempatan tersebut, Koster secara gamblang mendukung legalisasi Arak Bali dan saat ini sedang mengusahakan minuman khas tradisional tersebut dikeluarkan dari daftar negatif investasi (DNI) pemerintah pusat.
Koster mengungkapkan Arak Bali adalah bentuk kearifan lokal masyarakat, sehingga diharapkan juga bisa mampu menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat lokal juga.
Pun, ia berharap standarisasi produksi dan penyesuaian kadar alkohol memiliki regulasi yang bisa memayungi keberlangsungan kearifan lokal ini. Hal ini sangat logis karena minuman beralkohol dari luar negeri bisa beredar di pasaran.
Menanggapi upaya legalisasi Arak Bali, Ketua Umum Swastika Bali I Wayan Bagiarta Negara mengungkapkan persetujuannya.
Baca Juga: Arak Bali Khas Buleleng Bersiap Go Internasional
Ia mengemukakan Arak Bali akan menjadi ikon provinsi Pulau Dewata tersebut dan berpotensi didistribusikan ke seluruh penjuru Bali hingga mancanegara.
Meski begitu, ia juga menekankan produksi Arak Bali harus memiliki standarisasi dengan membuat cara produksi yang baik dan benar sehingga kualitasnya terjamin.
“Dengan cara ini sebenarnya arak Bali merupakan lokal jenius Bali yang memang layak diedarkan,” katanya.
Senada dengan Negara, pemilik dan produsen arak Dewi Sri, Ida Bagus Rai Budarsa mengatakan wacana tersebut harus direncanakan dengan baik. Jika wacana legalisasi tidak diatur dengan baik, ujar Gus Rai, dikhawatirkan menimbulkan dampak kurang baik bagi citra arak Bali itu sendiri.
"Jika kita bicara soal legalisasi arak Bali, menurut saya, lebih baik warga perorangan yang memproduksi arak skala rumahan agar menjadi pemasok bahan baku untuk pabrikan," ujar Gus Rai, saat berbincang dengan Beritabali.com - jaringan Suara.com belum lama ini di kawasan Sanur.
Menurut Gus Rai, wacana legalisasi arak sangat baik sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengangkat produk lokal. Namun jika tidak dikelola dengan bagus dan berstandar, maka akan menjadi malapetaka bagi industri minuman dan citra pariwisata.
"Contohnya, jika sebelumnya kapasitas produksi hanya memenuhi 10 liter tetapi kemudian terjadi peningkatan permintaan menjadi 100 liter seiring kebijakan legalisasi arak, maka biasanya muncul untuk mensiasati apakah dengan campuran alkohol atau bahan lainnya yang berbahaya seperti etanol," jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, bisa saja karena pemesanan bahan baku yang kadang salah juga berdampak pada campuran araknya. Hal ini, pada akhirnya akan berdampak pada citra negatif pariwisata Bali jika dikonsumsi warga asing secara umum.
Untuk, itu ia lebih setuju jika produsen skala kecil arak agar menjadi pemasok bahan baku kebutuhan untuk industri. Tak hanya itu, ia berpendapat untuk mengangkat arak ke tingkat internasional harus diprioritaskan dari sisi kualitas. Selain itu, dengan sering mengikuti kompetisi di luar negeri, nantinya arak Bali akan mendapat pengakuan masyarakat yang lebih luas.