Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuka posko pengaduan terkait dengan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
Hasilnya, banyak masyarakat yang mengeluhkan pengukuran jarak untuk sistem zonasi dan kurangnya pemerataan sekolah di setiap daerah.
Posko pengaduan KPAI yang dibuka sejak 20 Juni 2019 itu menerima 94 pengaduan dari ponsel, email, hingga mendatangi kantor KPAI. Aduan yang diajukan ke posko pengaduan pun beragam.
Aduan yang tertinggi ialah soal pengukuran jarak rumah ke sekolah yang tidak tepat sehingga merugikan anak pengadu (23 persen), mempermasalahkan kuota zonasi (11,5 persen), daerah menggunakan nilai UN bukan zonasi murni sehingga anak pengadu dekat sekolah tetapi tidak diterima karena nilai UN rendah (13 persen), dan dugaan kecurangan dan ketidaktransparan dalam proses PPDB hingga pengumuman (13,5 persen).
Baca Juga: PPDB Sistem Zonasi SMA 4 Semarang Kacau, 39 Siswa Terlempar Hingga Wonogiri
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mendorong adanya pembangunan sekolah-sekolah negeri baru di berbagai daerah dari hasil pemetaan zonasi.
KPAI juga meminta agar pemerintah bisa menggunakan APBD dan APBN untuk penyebaran sekolah yang merata. Tingkatan yang diutamakan untuk ditambah pembangunannya ialah SMP dan SMA Negeri.
"Setelah kebijakan zonasi PPDB diterapkan, banyak daerah baru menyadari bahwa di wilayahnya sekolah negeri tidak menyebar merata dan ada ketimpangan jumlah sekolah di semua jenjang sekolah," kata Retno di Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Selain aduan tersebut, aduan lainnya meliputi menolak kebijakan sistem zonasi menolak kebijakan sistem zonasi (9,5 persen), SMA N minim dan tidak merata penyebarannya (8,5 persen), problem teknis saat pendaftaran (2 persen), juknis daerah tidak sesuai Permendikbud (2 persen) dan lain-lain (5 persen).
Baca Juga: PPDB SMP di Depok, Masih Banyak Orangtua yang Datang ke Sekolah Jam 4 Pagi