Suara.com - Tagar #2019GantiPresiden masih terngiang. Kala itu, saat kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, benak publik senantiasa ditanamkan dengan gaung #2019GantiPresiden, terutama di media sosial.
Ya, tagar #2019GantiPresiden diserukan oleh pendukung calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, untuk menggeser pemerintahan calon petahana Joko Widodo.
Tagar #2019GantiPresiden berawal dari gerakan yang digagas oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera pada Maret 2019. Kala itu, Mardani tidak menyebut dukungan ke pasangan calon tertentu.
Di 6 Mei 2018, sekelompok orang mendeklarasikan dirinya sebagai relawan 2019 Ganti Presiden di Jakarta. Mereka membagikan buku pedoman dan menyatakan siap mengawal ketertiban dan kelancaran Pemilu 2019.
Baca Juga: Mardani: PKS Lebih Baik Temani Partai Gerindra Jadi Oposisi
Dari dunia nyata, gerakan tersebut merambah ke jagat maya dengan tagar #2019GantiPresiden. Jargon tersebut juga muncul dalam bentuk banyak atribut, seperti kaus, pin hingga gantungan kunci.
Bukan cuma itu, bahkan gerakan itu memiliki lagu anthem berjudul 2019 Ganti Presiden yang diciptakan oleh musikus Sang Alang. Secara keroyokan, lagu itu dinyanyikan beberapa politikus pendukung Prabowo.
Nah, setelah kontestasi pemilu 2019 berakhir, Mardani Ali Sera, sang penggagas, mengharamkan penyebutan gerakan tersebut. Dia menyatakan gerakan 2019 Ganti Presiden telah tutup buku.
"Per 13 April saya sudah mengharamkan diri tidak boleh teriak lagi ganti presiden. Sudah selesai. Kenapa? Karena itu sudah hari terakhir kampanye. Kalau sekarang apalagi. Sudah selesai kompetisinya. Kita kembali normal. Ganti presiden sudah tutup buku," kata Mardani Ali Sera di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 3 Mei 2019.
Setelah tagar #2019GantiPresiden lenyap, kini muncul tagar baru pascapenetapan pemenang Pilpres 2019 Jokowi dan Maruf Amin oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tagar itu: #KamiOposisi.
Baca Juga: Sinyal PKS Jadi Oposisi, Mardani: Yang Baik Didukung, Buruk Kita Tolak!
Penggagas tagar tersebut lagi-lagi Mardani Ali Sera. Dia menyerukan penggunaan tagar #KamiOposisi melalui akun jejaring sosial Twitter miliknya, @MardaniAliSera.
"Semangat mencintai negeri," cuit Mardani dalam postingan pertama #KamiOposisi seperti dikutip SUARA.com, Rabu (3/7/2019).
Dalam cuitan berikutnya, Mardani Ali Sera mengaku sudah mengontak Sang Alang untuk menciptakan lagu berjudul #KamiOposisi.
"Sudah kontak-kontakan dengan musisi keren @SangAlang_107, Insya Allah beliau siap ciptakan lagu #KamiOposisi," kicau Mardani Ali Sera.
Tagar dan gerakan yang digalang oleh Mardani Ali Sera seolah kian menguatkan sinyal bahwa PKS--partai yang memayungi Mardani--bakal berdiri di sisi berseberangan dengan pemerintah alias oposisi.
Tagar tersebut disentil oleh politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Antoni. Dia menilai seruan 'kami oposisi' hanya dikesankan heroik, tapi sebenarnya tidak ada pilihan lain. Diduga, sentilan itu merujuk ke PKS.
Menurut Raja Antoni, hal itu tidak seperti partai lain yang berupaya mengetuk pintu koalisi, meski sepakat bulat untuk menutup pintu tersebut.
"Alkisah sebuah partai. Teriak "Kami Oposisi!" Terkesan heroik. Tapi sebenarnya tidak ada pilihan lagi saja. Tidak seperti teman-temannya yang masih berusaha keras mengetuk pintu koalisi, khusus yang satu ini semua sepakat bulat: "pintu sudah tertutup!" Malu hati akhirnya teriak #KamiOposisi," cuit Raja Antoni melalui akun Twitter @AntoniRaja.
Sebelumnya, Mardani Ali Sera memang mengisyaratkan sikap partainya yang akan kembali bertindak sebagai oposisi di masa pemerintahan 2019-2024. Oposisi dinilainya sebagai satu instrumen penting dalam demokrasi.
Mardani mengatakan oposisi adalah salah satu bentuk upaya membangun negeri karena berperan mengawasi kebijakan pemerintah.
"Oposisi (Partai maupun rakyat) sebagai penyeimbang atas kekuasaan, melakukan pengawasan dan pengawalan agar pemerintahan berjalan sesuai koridor dan tidak sewenang-wenang. Yang baik didukung, yang kurang baik kita kritisi, yang buruk kita tolak," kata Mardani dikutip Suara.com dari Twitternya, Minggu 30 Juni 2019.
Dia menambahkan bukan tidak mungkin kelompok oposisi suatu saat nanti bisa berbalik menjadi kelompok pemerintah yang juga akan diawasi oleh kelompok oposisi lain.
"Dan tentu saja jumlah rakyat yang "oposisi" bisa saja berubah dari angka 68 juta, hal tersebut itu bergantung pada situasi dan kondisi psikologis serta kebijakan pemerintah," ucapnya.
Mardani menjelaskan meski dalam Pemilu 2019 ini menunjukkan kelompok koalisi pemerintah lebih banyak dari kelompok oposisi, dia yakin suara oposisi tetap akan terdengar karena mewakili rakyat.
"Sudah mulai terbangun Oposisi Rakyat, sehingga meskipun hanya 1 atau 2 partai yang beroposisi, akan mempunyai dukungan yang kuat yang saling mengisi untuk kritis dan menjaga negeri," tegasnya.