Suara.com - Rencana pengalihan status 53 ribu hektare lahan menjadi kawasan non-hutan di Provinsi Bengkulu diprotes aktivis lingkungan. Sebab, langkah tersebut memiliki risiko bencana banjir dan tanah longsor.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Aliansi Lingkar Hijau Lebong, Nurkholis Sastro di Bengkulu pada Rabu (3/7/2019).
"Pemerintah tidak belajar dari kejadian bencana banjir dan longsor pada April yang merenggut puluhan nyawa, itu cermin dari hancurnya bentang alam kita," kata seperti dilansir Antara.
Lebih lanjut, Nurkholis mengatakan rencana pemerintah daerah mengalihfungsikan kawasan hutan akan mengganggu kondisi daerah aliran sungai (DAS) dan meningkatkan kerawanan bencana. Seharusnya, kata Sastro, bencana banjir dan tanah longsor pada April 2019 menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah untuk mengelola alam dengan bijak.
Baca Juga: Lapan: Alih Fungsi Lahan Jadi Tambang Picu Banjir Konawe Utara
Banjir dan tanah longsor yang melanda delapan wilayah kabupaten dan kota di Bengkulu pada April 2019 mengakibatkan 26 korban jiwa dan menimbulkan kerugian material Rp 144 miliar.
Bencana itu menyebabkan 554 rumah rusak berat, 160 rumah rusak sedang, dan 636 rumah rusak ringan atau tergenang. Bencana juga mengakibatkan tujuh sekolah rusak berat, 32 ruas jalan rusak berat, 34 jembatan rusak berat, 208 sapi/kerbau mati, 150 kambing/domba hilang, serta berdampak pada 2.648 hektare sawah dan 221 hektare kebun.
Para pegiat lingkungan menduga rencana alih fungsi kawasan hutan Bengkulu berkaitan dengan kepentingan korporasi pertambangan dan perkebunan.
"Sekali lagi kita tidak belajar dari kejadian akhir April 2019 lalu. Eksploitasi lingkungan masih menjadi sumber atau modal untuk politik praktis," kata Sastro.
Sebelumnya Direktur Yayasan Genesis Bengkulu Uli Siagian mengatakan rencana pelepasan 53 ribu hektare kawasan hutan yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Bengkulu disinyalir untuk mengakomodir kepentingan pengusaha pertambangan dan perkebunan.
Baca Juga: Tanggulangi Alih Fungsi Lahan, Kementan Cetak Lahan Sawah Baru di Luar Jawa
"Kami menganalisis beberapa data dan peta usulan pelepasan kawasan hutan itu di mana sebagian besar sudah dibebani izin pertambangan dan HGU perkebunan," kata Uli.