Bilang Jokowi Gugup, Rocky Gerung: Berselancar di Atas Ombak Kedunguan

Rabu, 03 Juli 2019 | 14:48 WIB
Bilang Jokowi Gugup, Rocky Gerung:  Berselancar di Atas Ombak Kedunguan
Rocky Gerung. [Suara.com/Novian Ardiansyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rocky Gerung, aktivis politik, berbagi pandangannya soal wacana rekonsiliasi antara kubu Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi - Maruf Amin dengan kubu oposisi, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Bagi Rocky, niat rekonsiliasi dari kubu Jokowi itu tak masuk akal. Ia bertanya-tanya, karena menurutnya, Prabowo tampak tenang walaupun kalah, dan sebaliknya, kubu Jokowi malah terkesan gugup meskipun menang Pilpres 2019.

"Pak Prabowo justru gembira-gembira saja menghadapi soal ini. Yang agak gugup justru adalah kubu Pak Jokowi karena menunggu kepastian kapan rekonsiliasi dengan Prabowo," terang Rocky Gerung di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (2/7/2019).

"Jadi agak ajaib, seorang yang memenangkan atau berpesta justru hatinya tidak lega."

Baca Juga: Wapres JK: Rekonsiliasi Itu Kewajiban untuk Bersatu

Ia menjelaskan, legitimasi kemenangan Jokowi seolah berada di tangan Prabowo, karena kubu 01 berkukuh menginginkan rekonsiliasi.

"Itu yang menerangkan bahwa, saya menganggap Pak Jokowi dimenangkan secara legal, tetapi legitimasi ada pada Prabowo, dan itu yang mesti didamaikan. Bagaimana cara mendamaikan? Dua problem yang satu di kutub utara, satu di kutub selatan," ujarnya.

Menurut Rocky Gerung, rekonsiliasi baru pantas dilakukan kalau ada 'badai' baru yang diciptakan masyarakat.

Selain itu, diperlukan pula orang yang memiliki pengalaman 'berselancar di tengah badai' untuk mengatasi tantangan 'gelombang'.

Namun sayangnya, kata Rocky Gerung, saat ini masyarakat malah dipaksa memercayai keputusan yang menurutnya tidak benar.

Baca Juga: Maruf Amin Klaim Rekonsiliasi Jokowi - Prabowo Tak Bagi-bagi Kursi Menteri

"Yang ada sekarang adalah pengalaman surfing the tidal wave of stupidity, berselancar di atas ombak kedunguan. Itu yang kita hadapi hari-hari ini," terang akademisi 60 tahun itu.

"Jadi kita dibuat macet berpikir, karena orang bertahan pada argumen bahwa Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan secara benar. Bukan secara benar, secara legal. Secara legal karena yang diajukan ke dalam forum Mahkamah Konstitusi bukan sekadar problem legal, tapi problem etis," tambahnya.

Dirinya menilai, dengan ditetapkannya putusan sengketa Pilpres 2019 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah melewatkan kesempatan untuk menciptakan inovasi hukum.

"Mungkin satu abad orang masih ingat bahwa ada problem yang tidak diselesaikan, sehingga terjadi pembelahan di masyarakat. Saya menganggap bahwa Mahkamah Konstitusi gagal memanfaatkan momentum untuk menghasilkan inovasi hukum," tutur Rocky Gerung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI