Suara.com - Kasus sengketa lahan Yayasan Universitas 17 Agutus 1945 (UNTAG) yang melibatkan pengusaha Tedja Widjaja, Direktur Utama PT Graha Mahardika (GM), dengan Yayasan UNTAG di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, telah memasuki agenda pembacaan Duplik Tedja Widjaja sebagai jawaban atas Replik Jaksa Penuntut Umum, Senin (1/7). Dalam dupliknya Tim Penasehat hukum terdakwa-- dari kantor Pengacara Gani Djemat & Partners, memohon kepada majelis hakim agar menyatakan Tedja Widjaja tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa.
Humphrey Djemat, Ketua Tim tim penasehat hukum menjelaskan, bahwa dari rangkaian persidangan selama ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah gagal membuktikan dakwaannya terhadap Tedja Widjaja, karena tidak adanya fakta maupun bukti kuat telah terjadi tindak pidana yang dilakukan terdakwa, justru sebaliknya dalam persidangan dapat dibuktikan bahwa terdakwa tidak melakukan bujuk rayu agar Yayasan UNTAG mau melakukan kerjasama dengan PT Graha Mahardikka karena sebenarnya kerjasama yang dilakukan adalah melanjutkan kerjasama sebelumnya antara Yayasan UNTAG dengan PT Bangun Archatama dengan ketentuan yang baru.
“Terdakwa juga telah memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana Akta Perjanjian Kerjasama No. 58, serta tidak terbukti apabila Terdakwa menjaminkan Tanah milik Yayasan UNTAG karena pada saat melakukan penjaminan hak kepemilikan Tanah sudah beralih kepada Terdakwa. Kesan bahwa kasus ini semata-mata merupakan upaya kriminalisasi semakin menguat, karena kasus ini merupakan permasalahan ranah hukum perdata apabila Yayasan UNTAG hanya mempermasalahkan pemenuhan pelaksanaan Perjanjian,” kata Humphrey menambahkan.
Tim penasehat hukum Tedja Widjaja menilai, dalil JPU dalam repliknya yang menilai terdakwa Tedja Widjaja memasukkan Saksi Rudyono Darsono sebagai Direktur Operasional dalam PT Graha Mahardikka sebagai suatu iming-iming bujuk rayu dalam bentuk rangkaian kata-kata bohong untuk meyakinkan Saksi Rudyono Darsono, dinilai sangat tidak berdasar.
Baca Juga: Sengketa Lahan Untag, Tedja Widjaja Merasa Dikriminalisasi
“Faktanya, dalam pelaksanaan Akta Perjanjian No. 58, Tanggal 28 Oktober 2009, Rudyono bertindak baik selaku Penjual dan Pembeli, di satu sisi mewakili Yayasan UNTAG namun di sisi lain juga menjabat sebagai Direktur Operasional di PT Graha Mahardikka selaku Pembeli,” kata Humphrey.
Humphrey menambahkan, kontraktor yang ditunjuk oleh PT Graha Mahardikka untuk membangun ruko The Domaine adalah PT Bricel Mentari Bersama merupakan perusahaan milik dari Istri Rudyono, Sujanti Lukman.
“Jadi sangat jelas RD memang memiliki niat untuk menguasai dan dapat melakukan kontrol penuh terhadap pelaksanaan Akta Perjanjian Kerjasama No. 58,” ujarnya.
Fakta lain terkait pembagunan Gedung 8 lantai di Sunter, Tedja telah menyelesaikan pembangunan gedung yang kini telah digunakan sebagai tempat belajar belajar Yayasan UNTAG, dengan bukti-bukti pembayaran pembangunan gedung senilai lebih dari 31 Milyar yang mana nilai tersebut juga telah melebihi dari nilai yang disepakati untuk membangun gedung yaitu sebesar 24 Milyar.
“Maka dalil JPU sangat tidak relevan karena mengatakan bahwa Tedja Widjaja meninggalkan proses pembangunan tanpa berkomunikasi dengan pihak Yayasan UNTAG dan tidak pernah ada serah terima resmi Gedung,” imbuh Humphrey.
Baca Juga: Sengketa Lahan Untag Versi Tedja Widjaja: Kriminalisasi Perjanjian Bisnis
Mengenai pembayaran pengurusan Bank Garansi Rp 16 juta, hal ini juga dinilai aneh oleh penasehat hukum karena tiba-tiba muncul saat terdakwa diperiksa di kepolisian.