Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada 643 peristiwa kekerasan yang dilakukan polisi. Data dugaan kekerasan itu dirilis KontraS bersaman dengan Hari Bhayangkara ke-73 pada Senin (1/7/2019) hari ini.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyingkapi data yang dikeluarkan KontraS.
Menurutnya, temuan adanya tindak kekerasan aparat itu hanya di bawah tiga persen.
"Dari sekian juta kasus yang ditangani oleh Polri dari tingkat Polsek, Polres, Polda dan Mabes Polri dengan tingkat crime cleareance sebesar lebih dari 60 persen termasuk tertinggi di dunia tentu ada kejadian-kejadian tersebut. Kejadian tersebut hanya di bawah 3 persen kurang," ungkap Dedi kepada Suara.com, Senin (1/7/2019).
Baca Juga: Telaah Video di Jerman, Amnesty: Kekerasan Polisi Tak Cuma di Kampung Bali
Meski demikian, kata Dedi, Polri tetap akan membenahi diri dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) anti kekerasan saat bertugas. Ia menyebut akan menindak secara tegas jika ada anggota kepolisian yang terbukti melakukan kekerasan.
"Tapi Polri tetap akan membenahi dengan terus menerapkan SOP antikekerasan dan menindak tegas apabila ada anggota-anggota yang terbukti melakukannya," sambungnya.
Sebelumnya, Kordinator KontraS Yati Adriyani menyebutkan aksi kekerasan aparat terjadi dalam periode Juni 2018 hingga Mei 2019. Dari temuan itu, korban tewas mencapai 651 orang, 247 luka-luka dan 856 orang ditangkap.
"Dalam laporan ini, kami menemukan adanya penggunaan senjata tajam oleh Polri, pembatasan ekspresi warga seperti demonstrasi. Kami juga memotret kinerja lembaga di internal dan eksternal baik di tingkat Polsek, Polres maupun Polda di seluruh daerah," ujar Yati di Jakarta, hari ini.
Yati menyebut temuan tersebut berdasarkan laporan masyarakat sipil, sebagai bagian dari partisipasi untuk mendorong akuntabilitas Polri dalam menjalankan tugas dan fungsi.
Baca Juga: Amnesty International Ungkap Bukti Video Kekerasan Polisi di Rusuh 22 Mei
Laporan tersebut terbagi dalam tiga hal, pertama secara khusus menyoroti adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik penyiksaan dan kesewenang-wenangan dalam menafsirkan dan menggunakan diskresi, yang mengakibatkan korban luka dan tewas.