Suara.com - Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi masih menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Sistem tersebut masih memiliki permasalahan teknis dan banyak masyarakat yang tidak mengetahui regulasi tersebut.
Terkait itu, Ombudsman RI menyambut baik kebijakan yang sebenarnya sudah berjalan sejak tiga tahun lalu.
Anggota Ombudsman Ahmad Suaidi menganggap kebijakan tersebut bisa mendorong kualitas sekolah dan sistem pendidikan menjadi lebih baik.
"Sistem zonasi itu sebenarnya memaksa pemerintah untuk memeratakan fasilitas dan struktur pendidikan," ujar Ahmad dalam diskusi dengan tajuk 'Dibalik Kebijakan Zonasi' di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat (1/7/2019).
Baca Juga: Viral Warganet Usul Jangan Pasang Foto Jokowi di Sekolah, Ganti Foto Anies
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat menangkal permasalahan sistem pendidikan yang sentralistik.
Ia menyebut kebijakan itu dapat membuat satu sekolah dengan mutu yang baik, fasilitas lengkap, dan menjadikannya favorit di satu komplek.
"Selama Indonesia merdeka pendidikan kita itu dikelola dengan cara yang sentralistik. Saya katakan satu sekolah itu ada di satu komplek, favorit dan fasilitasnya lengkap," kata Ahmad.
Lebih lanjut, kebijakan yang sentralistik itu dinilai dapat menimbulkan mentalitas favoritisme atau hanya menginginkan sekolah di tempat yang dicap favorit.
Menurutnya masyarakat sampai saat ini masih terkena mental favoritisme, sehingga PPDB zonasi menimbulkan polemik.
Baca Juga: KPAI: Pelaku Kekerasan Seksual ke Siswa Didominasi Guru dan Kepala Sekolah
"Sistem zonasi yang selama 3 tahun kami saksikan masih banyak kekurangan. Tapi yang paling penting adalah soal mentalitas masyarakat yang masih terbayang favoritisme," jelas Ahmad.
Selain itu, ia menilai pandangan masyarakat tersebut harus diganti. Ia ingin lewat PPDB zonasi, masyakarat memahami mencari sekolah tidak harus di tempat yang dicap favorit ataupun negeri.
"Harus diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa sekolah itu tidak harus di negeri," pungkasnya.