Suara.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di tanah Korea Utara pada Minggu (30/6/2019) untuk melakukan pertemuan dengan Kim Jong-un di Zona Demiliterisasi (Demilitarised Zone/DMZ), dan keduanya sepakat untuk kembali memulai pembicaraan nuklir.
Kedua pemimpin negara itu berjabat tangan dan menyiratkan harapan akan perdamaian pada pertemuan mereka yang ketiga kalinya dalam kurun waktu satu tahun belakangan di perbatasan penanda Perang Dingin Korea Utara dan Korea Selatan yang selama empat dasawarsa telah menjadi simbol permusuhan. Kedua Korea secara teknik masih dalam status berperang.
Trump, didampingi Kim, secara selintas melewati garis batas militer ke tanah Korea Utara. Tidak lama kemudian, mereka kembali ke tanah Korea Selatan dan bergabung dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk perbincangan singkat yang menandai pertemuan ketiga negara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Trump dan Kim kemudian melakukan pembicaraan tertutup selama kurang lebih satu jam.
Baca Juga: Trump Jadi Presiden AS Pertama yang Injakkan Kaki di Korea Utara
"Pertemuan tadi sangat baik, sangat kuat pula... Kami perlu untuk mengerjakan hal-hal yang terperinci. Kita lihat apa yang akan terjadi," kata Trump sebagaimana dilansir Antara dari Reuters.
Trump menambahkan, baik AS maupun Korea Utara akan membentuk tim untuk mendorong pembicaraan yang sempat terhenti, dengan tujuan untuk membuat Korea Utara menghentikan program senjata nuklir mereka.
Dia menyebut bahwa dia memiliki banyak waktu dan tidak terburu-buru untuk mencapai kesepakatan pembicaraan itu. Ia mengatakan, "kami menginginkan ini berjalan dengan benar."
Kim nampak santai dan tersenyum ketika dia berbicara dengan Trump di tengah-tengah kerumuman ajudan, pengawal, dan pewarta foto yang mengerumuni mereka.
"Saya merasa terkejut ketika membaca pesan bahwa Anda ingin bertemu dengan saya," kata Kim kepada Trump, merujuk pada tawaran Trump untuk bertemu yang disampaikan olehnya melalui cuitan di Twitter.
Baca Juga: Perundingan Trump-Xi Jinping Lancar, Perang Dagang AS-China Berakhir?
Kim menambahkan, "ini adalah sebuah pernyataan akan kesediaan diri Trump untuk bekerja demi masa depan yang baru."
Trump dan Kim pertama kali bertemu di Singapura pada Juni tahun lalu, dan keduanya sepakat untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama perihal denuklirisasi di Semenanjung Korea. Namun ternyata kemajuan dari pertemuan itu tidak terlalu besar.
Pertemuan kedua di antara mereka dilakukan di Hanoi, Vietnam, pada Februari lalu, dan gagal setelah kedua belah pihak tidak dapat mempersempit perbedaan pendapat soal keinginan AS agar Korea Utara menghentikan program nuklirnya dan keinginan Korea Utara untuk terbebas dari sanksi AS.
Hari yang Baik
Kim menyatakan bahwa jika Trump mau mengunjungi ibu kota Pyongyang, maka hal itu akan menjadi sebuah kehormatan besar.
"Melewati garis perbatasan sudah menjadi kehormatan besar," kata Trump merujuk pada dirinya yang sekilas menginjakkan kaki di tanah Korea Utara di DMZ.
Trump juga menyebut, "ini adalah hari yang baik untuk seluruh dunia."
Dia menambahkan bahwa mereka harus "memindahkan gunung" untuk bisa melakukan pertemuan tersebut.
Trump tiba di Korea Selatan pada Sabtu malam untuk melakukan pertemuan dengan Moon setelah keduanya juga menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang. Di sela-sela KTT G-20 itulah Trump membuat sebuah cuitan di Twitter yang isinya mengajak Kim untuk bertemu, yang kemudian diterima oleh Kim.
Trump dan Kim bertemu di area DMZ yang disebut sebagai wilayah pengamanan gabungan (Joint Security Area/JSA) yang dijaga oleh prajurit dari dua Korea.
DMZ dibangun setelah Perang Korea tahun 1950-1953 selesai dengan gencatan senjata, sehingga menyisakan Korea Utara dan Pasukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang dipimpin oleh AS secara teknis masih dalam status berperang.
Korea Utara menekuni program nuklir dan misil selama bertahun-tahun yang berarti melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Sementara itu, meredakan ketegangan dengan Korea Utara menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri AS.