Suara.com - Polemik soal tuntutan legalisasi minuman tradisional jenis Sopi di Maluku ditanggapi Gubernur Maluku Murad Ismail.
Purnawirawan polisi bintang dua ini menegaskan kepada semua pihak yang mewacanakan legalisasi minuman keras tradisional tersebut agar dihentikan.
Murad mengemukakan alasannya menolak wacana legalisasi minuman tradisional tersebut dengan menyatakan Provinsi Maluku berbeda dengan Nusa Tenggara Timur, Manado dan Bali yang telah lebih dahulu melegalkan minuman khas tradisionalnya.
"Maluku ini bedah dengan daerah lain, itu jangan lagi yang mengatakan mau legalisasi (legalkan) sopi. Jangan bandingkan Maluku dengan NTT, Manado dan Bali jangan disamakan dengan Maluku," kata Murad kepada wartawan usai Deklarasi Maluku Cinta Damai di Monumen Gong Perdamaian Dunia, Kota Ambon seperti dilansir Terasmaluku.com - jaringan Suara.com pada Jumat (28/6/2019) siang.
Baca Juga: Dibanderol Rp 1 Juta Perbotol, NTT Bakal Produksi Miras Sopiah Juni Depan
Murad mengemukakan Maluku memiliki masyararakat yang beragam karakteristiknya. Dengan melegalkan Sopi akan memicu pro kontra di masyarakat Maluku. Lebih jauh, Murad juga mengatakan komitmennya melawan peredaran Sopi.
Hal tersebut diceritakannya kepada peliput, saat menjadi Kapolda Maluku dan berdinas di Brimob, Murad mengambil langkah tegas terhadap anggotanya yang mengonsumsi Sopi.
"Waktu jadi Kapolda anak buah saya yang konsumsi Sopi, dibuang (saya pindahkan) ke tempat jin buang anak (pindahkan jauh)," kata Murad.
Untuk diketahui, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno menyatakan dukungannya agar minuman keras tradisional Sopi dilegalkan.
Kala itu, Barnabas juga berharap agar Gubernur dan DPRD Maluku membuat Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum melegalkan Sopi.
Baca Juga: Mahasiswa Maluku Gelar Aksi Massa Tuntut Legalisasi Minuman Keras Sopi
"Menurut saya kita harus membuat Perda (Legalkan sopi) sebagai payung hukum. Karena sopi itu dikatagorikan minuman keras golongan C dan saat ini ilegal," kata Orno kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Kamis (20/6/2019).
Pernyataan Orno itu kemudian melahirkan polemik terutama di media sosial. Terakhir, Orno pun meminta maaf atas pernyataan tersebut.