Suara.com - Maher Algadri, anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, meminta Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto tak menemui Capres nomor undi 1 Jokowi, setelah sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi terselesaikan pada Kamis (27/6).
Ia menegaskan, tak perlu ada rekonsiliasi secara politik. Menurutnya, Gerindra dan Prabowo besar sebagai kaum oposan, sehingga lebih baik tetap dalam posisi itu untuk mengontrol kepemimpinan Jokowi – Maruf Amin selama lima tahun ke depan.
Maher menjelaskan, Pilpres 2019 niscaya melahirkan dua pihak, yakni petahana dan oposan. Keberadaan dua pihak itu dianggap Maher harus dilestarikan agar kondisi pemerintahan berjalan seimbang.
“Kalau saya bilang jangan (ketemu). Proses demokrasi itu adalah pemilihan. Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, menang. Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak, bukan demokrasi. Masak semua pada kongkow-kongkow. Jangan, yang sehat dong," jelas Maher saat ditemui di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019) dini hari.
Baca Juga: Prabowo Ditolak MK, Haikal Hassan: yang Curang Pasti Dijamin Celaka
Menjadi oposan bukan berarti Prabowo sepi dukungan. Menurutnya, perolehan suara pada Pilpres 2019 yakni 45 persen menjadi tanggung jawab Prabowo untuk menjalankan amanahnya sebagai oposan.
"Oposisi serius. 45 persen itu bukan kecil. Besar sekali, makanya, ini kan bukan masalah Prabowo atau apa, ini masalah 45 persen itu 70 juta lebih rakyat, harus dihargai," ujarnya.
Karenanya, Maher menilai Prabowo tidak perlu menemui Jokowi setelah urusan Pilpres 2019 selesai. Menurutnya, tidak perlu ada istilah rekonsiliasi di antara keduanya, karena tidak ada perpecahan antara Jokowi dengan Prabowo. Kecuali apabila pertemuan itu dilakukan untuk urusan non-Pilpres 2019.
"Pak Prabowo enggak membutuhkan mau ketemu Pak Jokowi. Kalau mau ketemu, minta saja pasti bisa, karena tak ada masalah pada keduanya.”
Baca Juga: Bersejarah, KPU Berharap Jokowi dan Prabowo Datang ke Penetapan Capres