Suara.com - Polisi memperlihatkan tumpukan uang sebanyak Rp 173 miliar saat rilis kasus tindak pidana korupsi pengadaan BBM jenis high speed diesel (HSD). Diketahui uang berjumlah miliar tersebut merupakan sitaan dari Nur Pamudji mantan Direktur Utama PLN yang telah menjadi tersangka kasus tersebut.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol Djoko Poerwanto mengatakan total kerugian negara berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI No 9/LHP/XXI/02/2018 tanggal 2 Februari 2018 dari kasus tersebut sebenarnya sebanyak Rp 188 miliar lebih. Hanya saja yang berjasil disita sekitar Rp 173.369.702.672,85 atau Rp 173 miliar.
"Kerugian negara dalam perkara di atas sebesar Rp 188.745.051.310,72," ujar Djoko di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (28/6/2019).
Djoko mengatakan, Nur Pamudji dijadikan tersangka lantaran sengaja memberikan perintah untuk memenangkan tender Tuban Konsorsium dalan hal ini PT. Trans-Pacific Petrochemical lndotama (PT. TPPI).
Baca Juga: Siap Topang Kebutuhan Listrik Industri, Ini yang Dilakukan PLN
Tuban Konsorsium pun kemudian memenangka tender dengan jangka kontrak 4 tahun untuk memasok HSD ke PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan dalam pengadaan PT PLN tahun 2010.
Diketahui, sebelum proses lelang dimulai Nur Pamudji juga sempat melakukan pertemuan dengan Honggo Wendratno selaku Presdir PT TPPI untuk membahas pasokan BBM jenis HSS untuk PT PLN dari PT TPPI.
Namun belakangan diketaui bahwa Tuban Konsorsium tidak mampu memasok BBM jenis HSD di PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sesuai dengan perjanjian jual beli bahan bakar minyak yang sudah disepakati dalam kontrak.
"Sehingga, atas kegagalan pasokan tersebut PT. PLN harus membeli dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium yang mana mengakibatkan PT. PLN mengalami kerugian," ujar Djoko.
Djoko berujar, pihaknya juga telah memeriksa sebanyak 60 orang saksi terkait kasus tersebut.
Baca Juga: Kasus PLTU Riau-1, Dirut PLN Sofyan Basir Segera Disidang
Atas tindakannya tersebut, Nur Pamudji dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang Pidana.