"Di lokasi pemantauan SPKU milik DKI hasil pengukurannya tidak setinggi data AirVisual, sehingga tidak dapat dikatakan seluruh wilayah Jakarta kualitas udaranya buruk sepanjang waktu,” kata Andono.
Kemudian, Andono memaparkan, jika melihat data pengkuran dalam waktu yang lebih panjang, yaitu periode Januari sampai Juni 2019, didapati data bahwa di Jakarta sebagian besar hari kualitas udaranya memenuhi baku mutu, yaitu mencapai 87 persen dan hari yang melampaui baku mutu hanya 13 persen saja.
Andono mengakui sumber pencemar udara parameter PM 2.5 di DKI didominasi sektor transportasi darat, industri, dan debu akibat giatnya proyek pembangunan fisik.
“Debu akibat berbagai proyek pembangunan tersebut turut menurunkan kualitas udara di Jakarta, hal ini cukup wajar sebagai kota metropolitan yang sedang giat membangun,” ungkapnya.
Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Terburuk di Dunia ? Ini 6 Bahaya Bagi Kesehatan
Namun, Pemprov DKI Jakarta saat ini juga concern dalam Perbaikan Kualitas Udara dengan membuat Kegiatan Strategis Daerah (KSD) yaitu Pengendalian Pencemaran Udara dan menyusun roadmap Jakarta Cleaner Air 2030 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dengan 14 Rencana Aksi.
Rencana tersebut antara lain monitoring kualitas udara, pengembangan transportasi umum ramah lingkungan, penerapan Uji Emisi kendaraan bermotor, pengendalian kualitas udara kegiatan industri dan penyediaan bahan bakar ramah lingkungan.
“Masyarakat juga dapat turut berperan serta dalam memperbaiki kualitas udara Jakarta melalui langkah mudah, yaitu menggunakan transportasi umum, menggiatkan berjalan kaki, dan bersepeda,” tutup Andono.