Suara.com - Prinsip kesetaraan antara dua kontestan Pilpres 2019 menjadi sorotan untuk Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Anggota tim hukum BPN Denny Indrayana menganggap, dua capres yang bertarung saat ini tak setara lantaran capres petahana Joko Widodo (Jokowi) berada dalam posisi yang diuntungkan.
Ia pun menuding Jokowi telah menyalahgunakan fasilitas yang didapat sebagai pemimpin negara untuk memenangkan pemilu. Di antaranya adalah anggaran belanja dan program pemerintah.
Denny Indrayana lalu menjadikan dipercepatnya rapel Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai contoh.
Baca Juga: Diberi Jersey Argentina Nomor 10, Netizen Sebut Jokowi Lebih Top dari Messi
"Apakah pembayaran rapelan kenaikan gaji yang sudah dengan jelas disampaikan oleh Menteri Keuangan, Presiden, itu pertengahan April. Kira-kira kapan itu? 17 April pencoblosan. Apa maksudnya?" ujar Denny Indrayana, Rabu (26/6/2019) kemarin, di Mata Najwa.
Kemudian ia memperkuat kecurigaannya pada Jokowi dengan percepatan pembangunan tol di Sumatra.
"Itu terjawab dengan satu statement Presiden pada saat meluncurkan tol di SUmatra. Presiden bilang, dalam konteks sebagai presiden, 'Saya tidak ingin ini selesai bulan Juni. Saya ingin ini selesai April. Kita tidak bicara Lebaran, kita bicara pemilu, blak-blakan saja,'" kata Denny Indrayana.
"Artinya program-program pemerintah itu memang diarahkan untuk pemenangan pemilu," imbuhnya.
Oleh sebab itulah tim hukum BPN memiliki argumentasi terkait ketidaksetaraan antara Prabowo dan Jokowi.
Baca Juga: Penerbitan Visa WNI Lama, Jokowi Sampaikan Keluhan ke Presiden Argentina
"Ini kontestasi antara pasangan calon 02 dengan presiden petahan, yang dilengkapi dengan fasilitas negara, anggaran negara aparat negara, dan seterusnya," terang Denny Indrayana, menilai Pilpres 2019 bertentangan dengan asas jujur dan adil (jurdil).