"Enggak, enggak, saya enggak bilang kalah ya. Saya bilang bad news," sahut Refly Harun, diikuti tawa Najwa Shihab dan seluruh tamu di studio.
Bagi Refly Harun, sidang sengketa Pilpres 2019 memang cukup berat untuk kubu 02 karena mereka harus memberikan alat-alat bukti yang tak masuk akal, sementara kubu 01 sebagai pihak terkait tinggal menyesuaikan serangan dari pemohon.
Apalagi, Refly Harun melanjutkan, kubu 02 mengajukan dalil yang terbilang besar.
Salah satunya adalah hal yang bersifat kuantitatif, yakni klaim kemenangan atas perolehan suara sebanyak 52 persen.
Baca Juga: Membaca Arah Pergerakan IHSG Jelang Putusan MK
"Kira-kira sampai akhir sidang, itu muncul enggak angka 52 persen itu? Saya justru balik bertanya. Ya saya mengatakan, tidak muncul," ujar Refly Harun.
"Mungkin kalau paradigmanya hitung-hitungan, dari awal saya mengatakan, the game is over," lanjutnya.
Akhir yang sama berlaku juga untuk perkara kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Penyebabnya pun tak berbeda pula, yakni pembuktiannya tak mudah untuk dilakukan.
"Kira-kira sampai akhir sidang itu convincing enggak? Apakah terbukti secara sah dan meyakinkan, bisa meyakinkan hakim bahwa itu sudah terjadi secara TSM dan berpengaruh pada suara? Makanya sejak awal saya mengatakan, frankly speaking, kalau paradigmanya hitung-hitungan, kedua TSM yang berpengaruh pada hitungan, saya kira the game is over," tutur Mantan Ketua Tim Anti Mafia MK itu.
Ia kemudian membandingkan pembuktian kecurangan TSM di lingkup pilpres dengan pilkada. Menurutnya, pilkada saja sudah berat, apalagi pilpres.
Baca Juga: Jelang Putusan MK, Tak Terlihat Pergerakan Massa Aksi di Stasiun KRL
"Jadi dalam konteks TSM itu susahnya minta ampun. Karena itu, harapan itu bisa kalau hakim MK bergerak pada paradigma ketiga, yaitu paradigma pemilu yang jurdil (jujur dan adil -red)" katanya.