Sengketa Pilpres 2019, Arteria Dahlan: Sidang Terburuk Sepanjang Sejarah MK

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 25 Juni 2019 | 12:13 WIB
Sengketa Pilpres 2019, Arteria Dahlan: Sidang Terburuk Sepanjang Sejarah MK
Ilustrasi sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang sengketa Pilpres 2019 tinggal menunggu putusan dari majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sesuai jadwal, putusan yang sedianya bakal digelar pada 28 Juni maju sehari pada 27 Juni 2019 atau Kamis besok.

Menjelang sidang putusan MK tersebut, anggota DPR RI yang juga politisi PDIP, Arteria Dahlan mengatakan, sepanjang pengalaman dirinya beracara di MK, sidang gugatan yang diajukan oleh pemohon yakni dari tim hukum Capres-Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno adalah persidangan terburuk yang pernah terjadi di MK.

Menurut pria berkacamata ini, tim hukum Prabowo - Sandiaga menjadikan palagan MK sebagai kontestasi politik, yang jauh dari substansi hukum.

"Mereka (kubu Prabowo) menjadikan setiap tahapan persidangan sebagai panggung politik melalui retorika-retorika yang penuh dengan hoaks serta ujaran kebencian yang berdasarkan prasangka belaka," kata Arteria dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa (25/6/2019).

Baca Juga: Kamis Putusan Sengketa Pilpres, Hakim MK Masih Rapat RPH

Untungnya, kata dia, MK memiliki hakim-hakim yang sangat akomodatif dan sabar di dalam menjalani setiap tahapan pemeriksaan perkara. Tanpa disadari, persidangan Mahkamah Konstitusi telah mampu mempertontonkan betapa buruknya kualitas permohonan keberatan dari tim Prabowo - Sandiaga.

Arteria mengatakan, secara terang dan kasat mata, dapat dilihat bahwa pemohon terbukti gagal di dalam menguraikan dasar dan dalil-dalil permohonannya. Postur gugatan, sangat tidak lazim dan jauh dari substansi hukum.

"Pemohon 02 juga terlihat kesulitan di dalam menghadirkan alat-alat bukti dalam persidangan. Sehingga menjadi permasalahan tersendiri yang menjadi bagian dari pencermatan hakim, sehingga pada akhirnya 94 boks container dokumen bukti yang terkait dengan hasil penghitungan di 31 provinsi dibatalkan menjadi alat bukti pemohon 02," ujar Arteria.

Bahkan, kata dia, yang menjadi puncak kegagalan tatkala pemohon menjadikan panggung MK sebagai parodi dengan menghadirkan saksi-saksi yang tidak memiliki kualifikasi dan kapasitas menurut hukum.

"Di satu pihak saya senang, karena yakin kami akan mendapatkan kemenangan, insyaallah tanpa mendahului rencana Allah SWT kami yakin seyakin-yakinnya permohonan pemohon 02 akan ditolak oleh MK," katanya lagi.

Baca Juga: Kapolri Tegaskan akan Larang Aksi Massa Saat Sidang Putusan MK

Namun di sisi lain, Arteria mengaku prihatin, di mana sidang gugatan sengketa Pilpres 2019 dinilainya sebagai persidangan terburuk sepanjang sejarah MK didirikan.

Ia menilai tidak terlihat kesungguhan pemohon di dalam membuktikan dalil-dalilnya. Bahkan persidangan di MK itu cenderung memperlihatkan pelecehan terhadap forum MK yang sakral.

"Bayangkan sikap pemohon yang membuat permohonan secara asal-asalan, mencoba untuk memanipulasi mahkamah melalui bukti-bukti yang tidak relevan dan daftar alat bukti yang menyesatkan serta saksi-saksi yang tidak jelas kualifikasinya dan cenderung bohong atau jauh dari fakta yang sebenarnya," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, secara teknis hukum, petitum (hal-hal yang dimohonkan), pemohon dari tim hukum Prabowo - Sandiaga sama sekali tidak didukung. Pemohon mengklaim hasil penghitungan suara yg benar versi pemohon, akan tetapi tanpa disertai uraian yang terang, jelas dan rinci nengenai dasar perolehan suara pemohon.

"Juga terkait pelanggaran TSM, pemohon hanya mengklaim tanpa dasar, tanpa bisa membuktikan dimana letak pelanggarannya, pelanggaran seperti apa, apa pengaruhnya terhadap hasil perolehan suara pemohon, sehingga pemohon 02 tidak dapat terpilih sebagai capres-cawapres.," imbuh dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI