Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai Tim Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno sulit membuktikan dalil permohonan terkait kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam persidangan PHPU Pilpres 2019. Sebab, Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno memiliki keterbatasan aturan hukum acara persidangan yang membatasi jumlah saksi sebanyak 15 orang.
Feri menjelaskan untuk membuktikan kecurangan yang bersifat TSM tersebut setidaknya harus membuktikan adanya kecurangan di setengah plus satu dari jumlah provinsi di Indonesia yang berjumlah 34 provinsi.
"Jumlah provinsi di Indonesia ada 34 provinsi, jadi 50 persennya itu 17 plus satu jadi idealnya saksi 18 orang. Kalau mau membuktikan TSM, massif itu kan sulit dibuktikan dengan saksi yang 15 orang itu," kata Feri dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Direktur Pusako FH Andalas itu pun menilai dirinya setuju dibatasi jumlah ahli karena potensi menerangkan hal yang sama. Pembatasan ahli, kata Feri kian masuk akal dan sesuai konstitusi jika berkaitan dengan ahli hukum.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Minta Umat Tak Geruduk MK saat Sidang Putusan Gugatan Prabowo
Hanya, Feri menilai pembatasan jumlah saksi fakta justru menjadi tidak tepat ketika dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum sidang dimulai. Dimana, MK telah membatasi jumlah saksi 15 orang dan ahli 2 orang kepada pihak termohon Tim Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, pihak termohon KPU RI, dan pihak terkait Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin sebelum sidang dimulai.
"Membatasi jumlah saksi sebelum sidang dimulai itu tidak tepat, misalnya menentukan saksi 15 orang itu tidak tepat," ucapnya.
Untuk diketahui, Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno dalam sidang PHPU Pilpres 2019 telah menghadirkan 14 saksi fakta dan dua ahli. Sebanyak 14 saksi fakta dan dua ahli tersebut dihadirkan Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno pada sidang PHPU Pilpres 2019, Rabu (19/6). Jalannya persidangan berlangsung hampir 20 jam hingga Kamis (21/6) dini hari.