Suara.com - Tim Hukum Capres Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno menghadirkan 16 saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 yang digelar secara maraton di Mahkamah Konstitusi, Rabu – Kamis (19-20/6) pekan ini.
Namun, belasan saksi tersebut dinilai banyak pihak tidak memberikan keterangan yang mencengangkan atau fakta baru dan mampu membuktikan adanya kecurangan pada pilpres.
Padahal, sebelum sidang, Ketua Tim Hukum Prabowo – Sandiaga, Bambang Widjojanto mengklaim saksi-saksi yang bakal dihadirkan bakal memberikan kesaksian tergolong wow.
Anggota tim hukum BPN, Andi Asrun, dalam Program Khusus Sengketa Pilpres MetroTV, Kamis (20/6), juga menuturkan kekecewaannya.
Baca Juga: Tolak Jadikan SBY Saksi di MK, BPN: Takut Disebut Drama
“Apakah pemilihan saksi itu sudah melewati proses sreening dari tim hukum?” tanya Fitri Megantara, pembawa acara gerai wicara tersebut.
Andi Asrun menjawab, "Terus terang saya tidak ikut dalam proses pekerjaan fisik seperti itu."
Ia mengakui hanya memberikan sejumlah saran saat rapat agar saksi yang dipilih bisa memberikan keterangan yang mendukung dalil-dalil gugatan.
Menurut Andi Asrun, pertimbangan darinya itu berkaitan masalah waktu, "Lima belas hari untuk menjawab atau mempersoalkan masalah yang demikian beragam, kemudian demikian kompleks. Ini suatu kendala.”
"Tapi lebih dari itu, sebetulnya persoalan waktu ini harusnya dipersoalkan jauh-jauh hari, 15 hari sebelum sekarang."
Baca Juga: KPU Hadirkan Satu Saksi, Kode Inisiatif: Strategi Kalahkan Kubu Prabowo
Namun, Andi Asrun tak sepenuhnya puas terhadap keterangan saksi. "Tapi maksud saya, saksi itu harus riil betul menyatakan sesuatu dan kemudian lebih to the point," tutur Andi Asrun.
Dia beranggapan, masalah itu disebabkan oleh kondisi psikologis saksi sebelum datang ke MK.
"Ini yang... kadang psikologis si saksi, datang ke sidang itu dengan sebuah semangat, sehingga hal-hal yang dibicarakan itu kadang-kadang melebar. Harusnya fokus," terangnya.
Andi Asrun mengatakan, seharusnya saksi menyampaikan keterangan singkat dan tidak memberi jawaban lebih dari yang ditanyakan hakim.
"Ya kadang-kadang memberikan pendapat yang, kalau menurut saya, agak melebihi dari apa yang seharusnya. Sebetulnya fakta-fakta kayak gini seharusnya yes or no, atau misalnya singkat-singkat jawabannya, tapi ini psikologis orang, susah jadi kita atur," tambah Andi Asrun.
Sementara di media-media sosial, warganet memviralkan poin-poin pernyataan saksi kubu Prabowo – Sandiaga yang dianggap mereka sebagai kekonyolan.
Berikut narasi yang diviralkan warganet:
Daftar Kekonyolan Saksi 02 yang menurut BW Wow.
Agus Maksum
- Relawan IT Prabowo-Sandi
- Mengaku diancam dibunuh. Tetapi ditanya ancaman menjelang sidang MK. Dijawab tidak. Melainkan ancaman jauh sebelum pilpres digelar. Ditanya siapa yang mengancam tidak bisa menjawab. Ditanya sudah memberi tahu siapa tidak bisa menjawab. Ditanya lapor polisi atau tidak, dijawab tidak
- Mengatakan ada DPT Siluman di Bandung. Tetapi Hakim tanya pernah cek ke Bandung. Agus bilang tidak pernah.
Idham
- Mengakui konsultan IT Prabowo-Sandi dari kampung di Pinrang, Sulsel.
- Ditanya hakim apakah akan memberikan kesaksian adanya DPT siluman di Pinrang. Saksi menjawab akan membahas KK Siluman di seluruh Indonesia.
- Saksi menjelaskan keanehan kode KK di Bogor yang melebihi kode jumlah kecamatan di Bogor.
- Faktanya, itu KK warga pindahan dari luar Bogor yang kodenya berbeda dengan jumlah kecamatan Bogor dan itu sah sesuai aturan. Saksi diam seribu bahasa.
Listiani
- Pengacara di Jawa Tengah yang melaporkan deklarasi Ganjar dan 32 bupati mendukung JKW.
- Saksi tidak berada di lokasi deklarasi tetapi Cuma dari video (alat bukti lemah)
- Saksi tahu deklarasi saat hari libur (UU Pemilu memperbolehkan pejabat politik kampanye tanpa izin di hari libur)
- Bawaslu sudah memproses laporan, dan tidak terbukti melanggar UU Pemilu.
Beti Kristiani
- Relawan Seknas Prabowo di Boyolali mengaku menemukan tumpukan amplop kosong dokumen negara di halaman Kantor Kecamatan Juwangi.
- Rumah saksi bukan di Kecamatan Juwangi. Rumah saksi berada jauh dari lokasi, 3 jam perjalanan darat. Dicek hakim melalui Google Maps, ternyata jarak tempuh hanya 1,5 jam.
- Saat ditanya ada acara apa saksi ke Juwangi. Dijawab tidak tahu. Saat ditanya lagi apa ke Kantor Kecamatan? Dijawab mau ikut perhitungan suara. Saat ditanya hakim berapa suara 01 dan 02 di Kecamatan Juwangi? Saksi jawab tidak tahu. Hakim seketika bingung.
- Saksi membawa barang bukti amplop yg dikatakan, ternyata amplop suara DPR-DPRD. KPU mengatakan, amplop tidak sesuai standar yang dikeluarkan KPU.
- Tanggapan bawaslu: tidak ada laporan atau temuan dalam kasus ini
Nur Latifah
- Saksi yang mengaku menyaksikan surat suara dicoblos oleh petugas KPPS di Boyolali. Video itu diviralkan.
- Yang dicobloskan oleh petugas adalah orang yang lanjut usia. Dan itu sudah kesepakatan orang sepuh. Jadi tidak ada pelanggaran.
- Saksi mengaku perolehan suara Prabowo 6 suara. Pengacara mempertanyakan kenapa di Situng suara Prabowo hanya 1 suara.
- Bawaslu memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang di TPS itu. Sudah dilakukan. Perolehan suara Prabowo berubah menjadi 1 suara. Saksi mengaku tidak ikut mencoblos di pemungutan suara ulang karena dilarang orang tuanya.
Tri Hartanto
- Saksi mengaku menyaksikan deklarasi Bupati Karanganyar mendukung Jokowi. Tetapi kesaksian itu berasal dari video yang beredar di grup wattsap. Padahal pejabat politik deklarasi tidak melanggar UU Pemilu.
- Tanggapan bawaslu: tidak melangar UU Pemilu
Fakhrida
Saksi mengakui menyaksikan kecurangan. Tetapi barang buktinya dari grup WA yang menyuruh mentweet keberhasilan pembangunan desa. Tanpa ada ajakan memilih 01. Itu pun terjadi di bulan September 2018.
Tri Susanti
- Saksi merupakan Caleg Gerindra dari Sidoarjo. Mengaku ada pemilih siluman di 9 TPS di sekitar rumahnya.
- Saat ditanya apakah pernah melihat ada orang yang tidak terdaftar memilih mencoblos di 9 TPS di sekitar rumahnya. Saksi jawab tidak ada. Faktanya di 9 TPS di sekitar rumah saksi tidak ada yang 100 persen jumlah partisipasinya (berikisar 40-60%). Kesaksian pemilih siluman seketika gugur.
- Saksi menyatakan ada DPT fikti di rumahnya sebanyak 5 nama. DPT akhirnya diperbaiki sebelum pencoblosan.
Risda Mardiana
- Relawan prabowo di Kalbar (Kubu Raya) mengaku melihat ada banyak kotak suara (saat ditanya berapa jumlahnya, saksi jawab tidak tahu) yang dibawa ke gereja dan dibuka. Saat ditanya kotak suara apa yang dibuka, oleh siapa, dan untuk apa dibuka, saksi menjawab tidak tahu. Saksi tahu di Kota Kubu Raya yang menang 02.
- Risda Mardiana ber KTP Jakarta, namun jadi koordinator relawan di Kubu Raya.
Rahmadsyah
- Saksi berasal dari Batubara, Sumut. Bersuara sangat pelan dan memakai kacamata hitam di ruang sidang sampai berkali-kali di tegur hakim. Saat ditanya apakah ada ancaman saat bersaksi di MK? Dijawab tidak.
- Saksi hanya merasa takut karena saat ini berstatus terdakwa kasus UU ITE dalam Pilkada 2018.
- Saat ditanya, statusnya apa? Dijawab Status tahanan kota kejaksaan.
- Saat ditanya sudah izin kejaksaan? Dijawab hanya memberikan surat pemberitahuan bahwa pergi ke Jakarta karena ingin mengantar ibunya yang sedang sakit.
- Melihat video oknum polisi dianggap tidak netral karena memberi pengarahan ke warga dalam sosialisasi tentang keamanan dipemilu 2019. Barang bukti hanya video, tetapi saat ditanya hakim lebih lanjut, saksi tidak bisa menjawab.
Hairul Anas
- Saksi merupakan caleg PBB Dapil Madura yang ber-KTP di Bandung dan mencoblos di Bandung.
- Saksi mengaku mendapatkan pelatihan saksi di TKN 01 yang mengatakan bahwa para caleg partai 01 harus percaya diri karena 12 bupati di Sumatera Barat sudah mendukung JKW. Di Sumbar JKW kalah telak.
- Saksi menyatakan bahwa ketika mengikuti pelatihan yang diadakan TKN merasa terkejut dengan materi slide yang berbunyi "kecurangan wajar dalam pemilu" dan pernyataan "aparatur tidak seharusnya netral" (ganjar pranowo). Namun saksi menegaskan bahwa tidak ada perintah atau pelatihan untuk melakukan kecurangan.
- Belakangan, saksi Tim Hukum Jokowi – Maru Amin, yakni Anas Solikhin yang membuat slide itu menegaskan, Anas tak ada saat dirinya memaparkan materinya.
Dimas Yehamura
- Mengatakan ada kecurangan saat perhitungan surat suara. Ada administrasi C-7/daftar hadir tidak sesuai standar namun tetap dilakukan penghitungan suara.
- Tetapi mengakui saksi dari pihak 02 ada di tempat dan tanda tangan hasil perhitungan suara.
Hermansyah
- Mengakui pernah diteror sebelum bersaksi ke MK, tetapi hanya memberi tahu teror adalah banyak mobil parkir di depan rumahnya. Saat hakim bertanya, apakah itu bukan mobil tamu tetangga? Saksi menjawab tidak tahu.
- Mengaku pernah masuk rumah sakit karena dianiaya tahun 2017. Saat ditanya tahun 2017 itu sebelum penetapan capres 2018 dan apakah itu terkait Pilpres 2019? Saksi menjawab tidak terkait Pilpres.
Jaswar Koto (Saksi Ahli IT)
- Mengaku ahli forensik. Tetapi tidak punya sertifikat ahli forensik.
- Mengatakan data C1 hasil pemilu yang diunggah di Situng KPU itu palsu dengan basis data yang tidak jelas.
- Mengatakan Prabowo menang dengan 53% dari hasil survei di 22 provinsi dan berdasarkan data Situng. Padahal provinsi di Indonesia ada 33 Provinsi dan bukan disurvei, melainkan hasil perhitungan berjenjang dari desa-nasional. Data situng tidak dijadikan perhitungan resmi, melainkan sebagai upaya transparansi.
Said Didu
- Dia berkukuh Maaruf Amin melanggar UU Pemilu. Padahal tidak ada UU yang dilanggar. Justru Said Didu yang melanggar UU ASN. Itu karena dia sudah jadi juru kampanye Prabowo saat masih menjabat sebagai PNS di BPPT.
- Said Didu baru mundur jadi PNS bulan Mei 2019, setelah pilpres selesai dilaksanakan dan setelah mengetahui Prabowo, capres yang didukungnya kalah.
Soegianto Sulistiono
- Ahli IT
- Menyatakan bahwa penghitungan situng Bermasalah. Padahal hasil situng bukan hasil resmi perhitungan.