Program Raskin Sebabkan Masyarakat Maluku Mulai Tinggalkan Sagu

Chandra Iswinarno Suara.Com
Sabtu, 22 Juni 2019 | 14:24 WIB
Program Raskin Sebabkan Masyarakat Maluku Mulai Tinggalkan Sagu
Penjual Sagu di Maluku. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akademisi Universitas Pattimura (Unpati) Ambon menyebut program nasional pemerintah dalam mengatasi krisis pangan melalui program beras miskin (raskin), atau saat ini beras sejahtera (rastra), membuat masyarakat lokal Maluku meninggalkan sagu.

Pernyataan tersebut disampaikan peneliti sagu Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon Wardis Girsang. Ia mengemukakan saat ini masyarakat lokal Maluku mulai tinggalkan sagu dan beralih ke beras.

"Provinsi Maluku merupakan daerah penghasil dan pengonsumsi sagu sebagai makanan pokok, tetapi yang terjadi saat ini masyarakat lokal mulai meninggalkan sagu dan beralih mengonsumsi beras," katanya seperti dilansir Antara di Ambon, Sabtu (22/6/2019).

Dikemukakannya, saat ini masyarakat yang mengolah sagu juga berkurang banyak dan mengakibatkan harga sagu lebih mahal dari beras.

Baca Juga: 73 Desa di Tangerang Tunggak Bayar Raskin, Bulog Rugi Rp2,9 M

"Masyarakat yang mengolah sagu saat ini sangat sedikit jumlahnya dan berdampak pada kenaikan harga sagu, karena produksi sagu sedikit dan harganya menjadi lebih mahal dari beras," katanya.

Wardis menjelaskan bahwa sagu menghasilkan pati kering sumber karbohidrat, dan bisa diolah menjadi bioenergi. Potensi sagu Maluku belum dimanfaatkan secara optimal, dan masyarakat setempat perlahan meninggalkannya, beralih ke sumber karbohidrat lain.

"Perubahan ini dikarenakan program pemerintah untuk mengatasi krisis pangan melalui program raskin yang saat ini lebih dikenal dengan rastra atau beras sejahtera, hal ini yang menyebabkan masyarakat lebih memilih konsumsi beras dibandingkan pangan lokal," ujarnya.

Padahal, ia menjelaskan, sagu memiliki kadar kalori yang hampir sama dengan jagung dan beras, dan lebih mudah dibudidayakan.

"Sagu menyimpan air, patinya banyak dan tahan dengan perubahan iklim, berbeda dengan padi yang rentan terhadap hama dan penyakit dan banyak menghasilkan gas metan ke udara sehingga mempengaruhi pemanasan global," katanya.

Baca Juga: Dedi: Kasihan Jabar, Penghasil Beras Tapi Rakyatnya Makan Raskin

Wardis menyebut sebagai bahan pangan pokok seperti halnya beras dan jagung, mestinya sagu bisa terus memperkaya ragam pilihan makanan pokok warga.

"Potensi sagu sangat besar, jika dikembangkan oleh pemda akan menjadi penyangga pangan nasional, yang dimulai dengan merawat hutan sagu dengan tidak mengalihkan fungsinya, serta memproduksi sagu menjadi produk yang beragam dan diminati masyarakat," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI