Suara.com - Ahli Hukum Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menjawab keraguan Ketua Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW) terkait keahlian dirinya sebagai ahli hukum yang dihadirkan Tim Hukum Jokowi - Maruf Amin dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019.
Eddy mengatakan jika dirinya harus memaparkan satu-persatu terkait rekam jejak dirinya bisa menghabiskan waktu sidang.
Awalnya, Bambang Widjojanto alias BW mengatakan pada saat sidang PHPU Pilpres 2019, Kamis (20/6) kemarin salah satu ahli IT, yang dihadirkan pihaknya selaku pemohon yakni Jaswar Koto sempat dicecar pertanyaan oleh Tim Hukum Jokowi - Maruf Amin tentang keahliannya. BW lantas mengatakan Jaswar telah menuliskan 22 buku, ratusan jurnal, dan merupakan ahli finger print dan iris.
"Sekarang saya ingin tanya. Saya kagum pada sobat ahli tapi pertanyaanya, anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu yang berkaitan dengan TSM? Tunjukkan pada kami bahwa anda benar-benar ahli. Bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian yang kaitannya dengan pemilu," tanya BW kepada Eddy dalam sidang PHPU Pilpres 2019, Jumat (21/6/2019) malam.
Baca Juga: 5 Berita Terpopuler: Jejak Digital Beti hingga Komentar BW ke Saksi Jokowi
"Berikan pada kami buku-buku itu mungkin kami bisa belajar. Berikan pada kami jurnal-jurnal internasional yang anda pernah tulis. Kalau itu sudah dilakukan, maka kami akan menakar anda ahli yang top. Jangan sampai ahlinya di A ngomongnya B, tapi tetap ngomong ahli," sambung BW.
Saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menjawab pertanyaan BW, Eddy pun mengungkapkan bahwa awalnya saat dirinya ingin menjadi ahli hukum pidana untuk Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin hal itu pun sempat menjadi perdebatan internal mereka.
"Tadi disinggung oleh kuasa hukum pemohon (BW) tentang kualifikasi ahli. Jadi saya buka bukaan saja yang mulia, ini sidang yang terhormat. Jangankan kuasa hukum pemohon, kuasa hukum pihak terkait (Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin) saja ketika saya ingin menjadi saksi ahli terjadi perdebatan kok, karena orang mengetahui saya (ahli) saya pidana," ungkapnya.
Eddy pun mengaku bahwa dirinya memang belum pernah menulis soal hukum yang berkaitan dengan Pemilu. Namun, Eddy berpandangan bahwa sebagai seorang profesor dan guru besar hukum yang pertama harus dikuasai bukan soal bidang ilmunya melainkan azaz dan teori.
"Karena dengan azas dan teori itu dia bisa menjawab semua persoalan hukum, kendati pun memang saya belum pernah menulis spesifik soal Pemilu," ujarnya.
Baca Juga: Ahli Hukum Ini Sebut Belum Ada Putusan MK yang Mendiskualifikasi Paslon
Kemudian, Eddy pun lantas meminta BW untuk membaca CV yang telah diserahkan dirinya ke panitra MK jika ingin mengetahui terkait berapa jumlah buku dan jurnal internasional yang telah ditulisnya. Sebab, kata Eddy, jika dirinya harus menyebutkan satu-persatu di muka persidangan bisa menghabiskan waktu sidang tersebut.
"Kalau saya sebutkan dari poin satu sampai poin 200 nanti sidang ini selesai," pungkasnya.
Untuk diketahui, Eddy Hiariej merupakan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ketika berusia 37 tahun, Eddy sudah meraih gelar profesor yang mencatatkannya sebagai profesor termuda di Kampus UGM.
Setahun sebelumnya, Eddy berhasil menyelesaikan disertasi berjudul 'Asas Legalitas dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia'.
Pada tahun 2011 lalu, Eddy mundur dari jabatan strategis di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM karena menjadi ahli tersangka kasus korupsi. Selain itu, Eddy pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002 - 2007. Pun, ia pernah menulis buku Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana.
Selain itu, Eddy juga pernah diminta menjadi saksi meringankan dalam pemeriksaan terhadap tersangka korupsi pembuatan paspor elektronik di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana.
Denny sendiri diketahui menjadi anggota Tim Hukum Prabowo - Sandiaga dalam sidang sengketa Pilpres 2019 yang kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi.