Suara.com - Ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Tim Prabowo Subianto - Sandiaga Prabowo harus menghadirkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dalam persidangan gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi. Kehadiran SBY itu untuk membuktikan dalil ketidaknetralan intelijen, polisi dan tentara.
Dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, Edward Hiariej mengatakan jika keterangan SBY akan dijadikan sebagai bukti petunjuk oleh Majelis Mahkamah Konstitusi
Maka bukan hanya berita tentang ketidaknetralan oknum BIN, Polri dan TNI yang disampaikan oleh SBY.
"Dalam rangka mencari kebenaran materiil, kuasa hukum pemohon harus bisa menghadirkan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Mahkamah Konstitusi ini sebagai saksi," ujar Edward Hiariej.
Baca Juga: Tim Hukum Prabowo Diminta Datangkan SBY ke Sidang PHPU Pilpres
Kehadiran SBY untuk mengetahui petunjuk oknum BIN, Polri dan TNI yang dimaksud, bentuk ketidaknetralan oknum dan kaitannya dengan perselisihan hasil pemilihan presiden.
Ia mengatakan merujuk pada KUHAP, petunjuk bukanlah alat bukti mandiri, tetapi alat bukti sekunder yang diperoleh dari alat bukti primer, yakni keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa.
Dalam Pasal 36 juncto Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, kata Edward, petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat atau barang bukti berdasarkan penilaian Mahkamah Konstitusi dengan memperhatikan persesuain antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
Untuk itu, apabila hanya pemberitaan yang dijadikan dalil, maka disebutnya tidak relevan.
"Artinya, alat bukti petunjuk ini adalah mutlak kepunyaan hakim, bukan kepunyaan pemohon, bukan pula kepunyaan termohon atau pun pihak terkait. Dengan demikian, alat bukti petunjuk yang dijadikan dalil oleh kuasa hukum pemohon tidaklah relevan," tutur Edward Hiariej.
Baca Juga: SBY Disebut saat Ahli Tim Jokowi Singgung Ketidaknetralan BIN, TNI, Polri