Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon pernyataan Menkumham RI Yasona H. Laoly terkait narapidana kasus korupsi tak bisa ditempatkan di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan apa yang disampaikan Laoly bukan sepenuhnya menolak atas usulan KPK.
"Kami harap pernyataan Menteri Hukum dan HAM tersebut bukanlah berarti menolak sepenuhnya pemindahan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan, tetapi spesifik pada pandangan bahwa napi korupsi tidak dapat diletakkan di Lapas dengan kategori Super Maximum Security," kata Febri dikonfirmasi, Selasa (18/6/2019).
Febri kemudian mengingatkan kembali terdapat Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.
Baca Juga: KPK Periksa Bupati Talaud Sri Wahyumi Penerima Suap Perhiasan Mewah
Revitalisasi ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas fungsi pembinaan narapidana, yang dilaksanakan di 4 lapis Lapas, mulai dari Super Maximum Security, Maximum Security, Medium hingga minimum security.
Terkait itu, Febri mengatakan seharusnya Menkumham dapat memahami di Lapas Nusakambangan tidak hanya ada Lapas dalam kategori super maximum security, tetapi juga ada Maxium, Medium hingga Minimum security.
Saat kordinasi dengan Ditjen PAS, Febri menyebut napi korupsi dapat ditempatkan di Lapas Maximum Security. Hal ini, bertujuan agar tak terjadi kembali resiko yang tinggi pengulangan pidana khusus dalam tindak pidana korupsi.
"Ini KPK telah melakukan OTT (operasi tangkap tanga) Kalapas Sukamiskin yang disuap oleh narapidana kasus korupsi di sana. Kami menduga praktek seperti ini sangat beresiko terjadi untuk pihak lain," ungkap Febri
Febri khawatir kembali terjadi praktik penyuapan terhadap petugas lapas untuk mendapatkan fasilitas tertentu ataupun bentuk pemberian gratifikasi dan uang pelicin.
Baca Juga: Kasus Suap Pupuk Bowo Sidik, KPK Periksa 2 Anggota DPR RI
"Sehingga sangat logis jika mereka (napi korupsi) ditempatkan di Lapas Maximum Security tersebut," tutup Febri.