Suara.com - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet mengaku menyesal atas perbuatannya menyebar hoaks. Ratna menyebut sejak hoaksnya diketahui publik ia sudah mendapatkan sanksi sosial.
Hal tersebut dikatakan Ratna saat membacakan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ratna mengatakan dirinya mendapatkan julukan ratu pembohong dari masyarakat.
"Saya menerima sanksi sosial yang luar biasa berat dari masyarakat. Saya dianggap sebagai ratu pembohong," ujar Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Baca Juga: Sesegukan Bacakan Pleidoi, Ratna Sarumpaet ke Hakim: Mohon Bebaskan Saya
Ibunda Atiqah Hasiholan itu, mengaku selama ini sudah menyuarakan nilai kemanusiaan melalui kegiatannya sebagai aktivis dan seniman. Namun menurutnya reputasi tersebut hancur karena julukan ratu pembohong.
"Sanksi sosial sebagai pembohong itu telah menghancurkan nama baik dan reputasi saya," kata Ratna.
Ratna menyebut bisa menerima julukan pembohong yang diberikan masyarakat itu. Sebab, ia menganggap hal itu sebagai konsekuensi dari kebohongannya.
"Saya menerima semuanya sebagai konsekuensi dari perbuatan saya yang telah mengecewakan banyak orang," jelas Ratna.
Sebelumnya, Ratna Sarumpaet dituntut 6 tahun penjara di kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Jaksa menilai Ratna Sarumpet melakukan penyebaran berita bohong atau hoaks.
Baca Juga: Bantah JPU, Kuasa Hukum: Ratna Sarumpaet Kooperatif Jalani Proses Hukum
Jaksa Daroe Tri Sadono membacakan tuntutan itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (28/5/2019).
"Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah," kata Daroe Tri Sadono.
Ratna Sarumpaet sebelumnya mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018.
Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.
Akibat kebohongannya itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).