Suara.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly tidak mempersoalakan desakan sejumlah pihak yang meminta dirinya untuk mundur sebagai menteri. Permintaan mundur Yasonna menyusul pelesiran narapidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto.
Yasonna menganggap desakan mundur dari jabatan Menkumah sebagai kritik terhadap dirinya.
"Ya itu biasalah, kritik itu biasa," ujar Yasonna di Graha Pengayoman, Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2019).
Politikus PDI Perjuangan itu kemudian membagakan capaian Kemenkumham selama kepemimpinannya. Salah satnya terkait capaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam penerimaan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan 2018 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca Juga: Didesak Mundur, Menkumham Akui Anak Buahnya Lalai Jaga Setya Novanto
"Kalau soal kritik enggak apa-apa. Tapi kita punya prestasi-prestasi banyak, WTP akan terus, kan kita punya 1.100 satuan kerja, UPT-nya 900, pegawai 60 ribu. Ini lumayan lah," kata Yasonna.
Diketahui, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Menkumham Yasonna Laoly mundur dari jabatan usai terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto kepergok tengah pelesiran di kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu.
Menanggapi desakan tersebut, Yasonna tidak ambil pusing. Meski begitu, ia juga merasa kalau hal tersebut terjadi karena ada kelalaian yang dilakukan anak buahnya.
Yasonna mengatakan siapa saja memiliki hak untuk mendesak seorang menteri mundur dari jabatannya. Namun, di satu sisi, ia menjelaskan, kalau Setnov itu kabur dengan cara mengelabui petugas yang mendampinginya saat berobat di rumah sakit.
"Boleh saja, siapa saja boleh melakukan itu, itu kan memang beliau kan mencoba mencari celah, padahal protap sudah ada," kata Yasonna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senin (17/6/2019) kemarin.
Baca Juga: Dipindah ke Gunung Sindur, Kemenkumham Jamin Setnov Tak Bisa Lagi Pelesiran