Suara.com - Tim pengacara terdakwa Ratna Sarumpaet menuding kasus hoaks yang mendera kleinnya ini digunakan sebagai alat politik dari kelompok tertentu jelang pelaksanaan Pemilu 2019.
Bahkan, Desmihardi, salah satu pengacara Ratna menganggap kasus Ratna juga melibatkan banyak elite politik di Indonesia.
"Perkara terdakwa yang melibatkan tokoh-tokoh penting di negara ini, tidak heran apabila perkara ini dijadikan komoditas politik untuk menghantam lawan politik," ujar Desmihardi saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Desmihardi juga menganggap kasus Ratna istimewa. Sebab perkara penyebaran hoaks inj juga dibahas dalam rangkaian acara debat Capres-Cawapres Pilpres 2019.
Baca Juga: Bacakan Pleidoi di Sidang, Ratna Sarumpaet: Siapkan Moril Saja
"Perrkara ini begitu istimewa dibahas dalam berbagai acara debat termasuk debat capres cawapres yang diselenggarakan KPU," jelas Desmihardi.
Ratna Sarumpaet dituntut 6 tahun penjara di kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Jaksa menilai Ratna Sarumpet melakukan penyebaran berita bohong atau hoaks.
Jaksa Daroe Tri Sadono membacakan tuntutan itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (28/5/2019).
"Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah," kata Daroe Tri Sadono.
Kasus ini menguap setelah sebelumnya Ratna Sarumpaet mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018. Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.
Baca Juga: Ratna Sarumpaet Dituntut 6 Tahun Penjara, Baca 108 Halaman Pledoi Hari Ini
Akibat kebohongannya itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).