"Apa yang telah dilakukan pemerintah Jokowi seperti yang saya uraikan tidak dapat digunakan sebagai bukti bahwa telah terjadi kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur," katanya.
Diketahui, Tim Hukum Prabowo-Sandi menuduh bahwa kampanye Jokowi telah menyalahgunakan sumber daya publik supaya ia terpilih kembali.
Menurut mereka, strategi yang dipakai kubu Jokowi-Maruf melibatkan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). BPN juga menuding adanya tanda-tanda rezim yang korup dan represif dari pemerintahan Jokowi, sama seperti di era kepemimpinan Soeharto.
"Sebagai penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak hanya membuat keputusan tentang hasil pemilu, tetapi juga pada semua aspek pemilu, karena penipuan dan kecurangan dalam proses pemilihan berarti hasil pemilu tidak sah," kata Denny Indrayana.
Baca Juga: Wiranto: Massa Berdemo Sidang MK Bukan dari Kubu Prabowo!
Sebagai bukti pendukung untuk mengklaim bahwa pemerintahan Jokowi otoriter dan korup, Tim Hukum Prabowo juga mengutip artikel Tim Lindsey yang diterbitkan pada Oktober 2017 di situs web Indonesia at Melbourne.
"Terutama jika penipuan itu dilakukan oleh petahana yang rezimnya korup dan menindas. Beberapa pihak bahkan membandingkan pemerintahan saat ini dengan Orde Baru (Seoharto), termasuk Profesor Tim Lindsey dalam artikelnya, 'Jokowi - Neo New Order'," katanya lagi.
Kemudian, kuasa hukum Prabowo yang lain mengutip artikel milik Tom Power yang membahas penerapan hukum dari Jokowi untuk melemahkan lawan politik.
"Inilah persisnya seperti apa rezim otoriter itu," ujar Teuku Nasrullah. "Itu alasan pemerintah saat ini tidak takut untuk melakukan kecurangan demi memenangkan pemilu, dengan memobilisasi pasukan keamanan, birokrat, pekerja perusahaan milik negara, dan mitra koalisi."
Baca Juga: Fadli Zon Sebut Waktu Sidang Gugatan Pilpres 2019 Pendek, Ini Pembelaan MK