Suara.com - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan menilai sebagian petitum Prabowo - Sandiaga dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah di luar konteks. MK pun tidak bisa menyelesaikan petitum itu.
Jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), peradilan TUN dan peradilan umum untuk kasus pidana. Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menangani sengketa hasil Pemilu.
"Menurut saya, dari 15 petitum permohonan yang disampaikan ke MK, sebagiannya sudah diluar konteks, yang tidak dalam kewenangan MK," kata Johanes Tuba Helan saat dihubungi, Senin (17/6/2019).
Petitum permohonan yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi - Maruf Amin.
Baca Juga: Sidang Gugatan Prabowo di MK Kembali Digelar Besok, Ini Agendanya
Permintaan diskualifikasi pasangan calon ini tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Petitum lainnya adalah meminta Hakim Konstitus memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan melakukan proses pergantian komisioner yang baru, tetapi disisi lain tim hukum Prabowo - Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Kalau permohonan pemungutan suara ulang (PSU) memang lazim sekali dimasukan dalam petitum, tetapi yang tidak lazim, tim kuasa hukum minta anggota KPU diganti dulu," katanya Johanes Tuba Helan.
Hanya saja, menurut Johanes Tuba Helan, petitum permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa dibuktikan dalam persidangan di MK. (Antara)
Baca Juga: Silaturahmi ke Rumah Zulhas, Sandiaga Bahas Sidang Gugatan Pilpres di MK