Tapi, "Menariknya, pemerintah kalah sebanyak 75 persen dari putusan dan hanya memenangkan 25 persen dari total 80 kasus yang diteliti."
"Artinya, data tersebut menunjukkan tuduhan keberpihakan MK kepada pemerintah tidak valid, meski jumlah kasus yang terdapat dissenting opinion hakim terus berkurang," tulis keduanya.
Kredibilitas Hakim MK
Sementara untuk menjawab keragu-raguan publik terhadap hakim MK yang terbingkai negatif sejak penangkapan Akil Mochtar serta Patrialis Akbar, Björn Dressel dan Tomoo Inoue menangalisis persona hakim-hakim.
Baca Juga: Terima Berkas Perbaikan yang Diprotes KPU, Kubu Prabowo Angkat Topi ke MK
Mereka menjelaskan, Indonesia terinspirasi sistem pemilihan hakim konstitusi Korea Selatan agar tak terjadi monopoli suatu institusi terhadap MK.
Sistem pemilihan itu yakni dari 9 hakim konstitusi, 3 di antaranya diajukan presiden; 3 lainnya usulan DPR; 3 sisanya usulan Mahkamah Agung.
"Tidak seperti pengadilan tinggi di Thailand, Filipina, dan Malaysia, pengangkatan hakim tidak didominasi oleh universitas atau jabatan hukum yang dimiliki sebelumnya. Selain itu, penelitian kami tidak menemukan bukti adanya suara hakim yang dipengaruhi oleh MA, DPR, atau presiden."
Dalam analisis secara statistik pola pemungutan suara setiap hakim, kedua peneliti menemukan para hakim justru cenderung tidak berpihak pada pemerintah menjelang akhir masa jabatan sang kepala negara atau pensiun para hakim.
Dengan kata lain, para hakim dapat mengambil sikap yang lebih berani ketika mereka tidak takut akan hukuman dari presiden yang menjabat, atau ketika para hakim tidak mengkhawatirkan prospek karier mereka lantaran mau pensiun.
Baca Juga: Dituding Menangkan Jokowi, BIN Bantah Pernyataan Kubu Prabowo di MK
“Walau proses pencalonan yang dipolitisasi, para hakim tampaknya bertindak dengan independensi penuh.”