Suara.com - Bentrokan terjadi antara para pengunjuk rasa dengan polisi di Hong Kong pada Kamis (13/6/2019). Sementara ratusan orang tetap melanjutkan protes terhadap rencana undang-undang ekstradisi dengan China daratan, sehari setelah polisi menembakkan gas air mata dan peluru-peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa.
Para pemrotes di sekitar gedung parlemen pada Rabu (12/6/2019) memaksa perdebatan mengenai Rancangan Undang-Undang Ekstradisi itu, yang orang-orang di Hong Kong takut akan membatasi kebebasan dan kepercayaan di pusat komersial tersebut.
Carrie Lam, pimpinan Hong Kong dukungan China, mengutuk kekerasan itu dan mendesak pemulihan segera ketertiban tetapi berjanji akan memajukan legislasi itu kendati ada keberatan-keberatan, termasuk di dalam komunitas bisnis.
Jumlah pengunjuk rasa berkurang di luar gedung parlemen di distrik finansial, tetapi bertambah lagi pada Kamis menjadi sekitar 1.000 orang di satu lokasi.
Baca Juga: Hong Kong Rusuh, Donald Trump: Demo Besar-besaran yang Pernah Saya Lihat
Mereka memperkirakan badan legislatif itu, yang memiliki mayoritas anggota pro-Beijing, akan berusaha menyelenggarakan debat walaupun sudah ada pengumuman tidak akan ada persidangan pada Kamis.
"Kami akan kembali ketika, dan jika, soal itu dibahas lagi," kata Stephen Chan, seorang mahasiswa yang ikut aksi unjuk rasa. "Kami hanya ingin menyimpan energi sekarang."
Sebelumnya sejumlah pengunjuk rasa berusaha menghentikan polisi yang menghalangi pasokan masker dan makanan dan bentrok pecah.
Polisi dengan helm-helm dan tameng memblokir jalan dan petugas keamanan yang tak berseragam memeriksa kartu-kartu identitas orang-orang yang menumpang kereta. (Antara/Reuters)
Baca Juga: Demo RUU Ekstradisi Rusuh, Hong Kong Tutup Kantor Pemerintahan