Suara.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ikut mengomentari soal petisi yang meminta kewarganegaraan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dicabut.
Yasonna mengatakan tidak mudah pemerintah mencabut kewarganegaraan seseorang. Sebab kata Yasonna ada prosedur hukum yang harus dilalui.
"Ada prosedur hukum kan, enggak segampang itu mencabut kewarganegaraan," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Menurutnya, berdasarkan aturan di UU Kewarganegaraan, WNI bisa kehilangan kewarganegaraanya, jika WNI tersebut melepaskan kewarganegaraannya. Dalam aturan itu, kata dia, WNI bisa kehilangan kewarganegaraanya, jika terbukti ikut berperang untuk negara lain.
Baca Juga: Netizen Minta Status WNI Rizieq Shihab Dicabut Tembus 80 Ribu Orang Lebih
"Aturannya saja. Kecuali dia mundur sebagai warga negara. Kedua dia (ikut) perang di sana, jadi fighters di negara lain. Ada aturannya UU kewarganegaraan (UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia)," tandasnya.
Sebelumnya, muncul petisi di laman change.org yang meminta mencabut kewarganegaaan Rizieq Shihab. Petisi tersebut dibuat oleh 7inta putih sejak tiga minggu lalu, dengan target persetujuan 75.000 orang. Sejak diunggah, petisi tersebut sudah ditandatangi 108.422 warganet.
7inta putih membuat petisi mencabut kewarganegaan Rizieg karena dianggap menjadi dalang di balik strategi people power yang sempat dikumandangkan oleh pendukung Capres - Cawapres nomor urut 02 Prabowo - Sandiaga.
Teriakan people power tersebut memancing para pengikutnya untuk ikut turun ke jalan guna melancarkan aksi unjuk rasa. Unjuk rasa itu sendiri dinilai untuk menggulingkan pemerintah.
"Orang yang paling bertanggung jawab dalam hal ini ialah Rizieq Shihab, otak dibalik segala provokasi," demikian yang disampaikan pada narasinya.
Baca Juga: Ramai Petisi Cabut Status WNI Habib Rizieq, FPI Mau Bikin Tandingannya
"Mereka berupaya membakar amarah dengan membangun narasi-narasi kebohongan tentang kecurangan pilpres yang terjadi, klaim kemenangan, merasa terzolimi, korban yang berjatuhan karena diracuni oleh pemerintah zholim, dan kisah perang badar yang digoreng untuk memanfaatkan fanatisme para pendukungnya agar mau ikut-ikutaan aksi turun ke jalan," sambungnya.