Serangan Kelompok Misterius Bersenjata di Nigeria Tewaskan 43 Orang

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 12 Juni 2019 | 09:41 WIB
Serangan Kelompok Misterius Bersenjata di Nigeria Tewaskan 43 Orang
Ilustrasi serangan bersenjata di wilayah Nigeria Tengah. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Serangan bersenjata oleh sekelompok orang tak dikenal di wilayah barat laut Nigeria menewaskan setidaknya 43 orang.

Media setempat sebelumnya melaporkan bahwa bedasarkan informasi awal setidaknya 25 orang tewas dalam penyerangan tersebut.

Kini setelah meninggalnya 18 lainnya yang terluka parah dalam serangan bersenjata di desa Rukunni, Tsage, Giire, Satiru dan Kalfu di provinsi Sokoto pada akhir pekan kemarin maka jumlah korban tewas bertambah menjadi 43 jiwa.

Sekelompok orang bersenjata memusnahkan ratusan hewan ternak, serta memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka dengan ketakutan.

Baca Juga: 13 Orang Tewas Akibat Serangan Bersenjata Kelompok Misterius di Nigeria

Ribuan warga tersebut berlindung ke kamp pengungsi di wilayah Gandhi.

Pihak berwenang mengumumkan empat orang yang terlibat dalam penyerangan tersebut berhasil ditahan.

Penggunaan sepeda motor di beberapa negara bagian dilarang selama beberapa waktu karena adanya serangan bersenjata dengan menggunakan sepeda motor, demikian dikutip dari Kantor Berita Anadolu, Rabu (13/6/2019).

Komunitas penggembala nomaden etnis Fulani yang bermigrasi ke bagian selatan Nigeria telah dituduh mencuri hewan-hewan ternak dan menyerang penduduk petani lokal.

Kedatangan komunitas penggembala etnis Fulani ke wilayah selatan Nigeria diawali pada abad ke-18.

Baca Juga: Serangan Bersenjata di Kenya Kembali Telan Korban

Kekerasan antara penggembala dan petani menjadi masalah serius di Nigeria, terutama di kawasan agraris di mana kedua pihak sering saling menuduh.

Banyak pemerintah provinsi, seperti Benue, telah mencoba menyelesaikan pertikaian dengan mengeluarkan undang-undang anti penggembalaan. Namun para penggembala merasa aturan itu tidak adil.

Pengamat mengatakan konflik itu disebabkan perebutan lahan yang makin sengit karena berkurangnya sumber daya alam dan menipisnya kekayaan danau Chad.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI