Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap pernyataan Maqdir Ismail, selaku kuasa hukum tersangka korupsi Bank korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim tidak ada hal yang baru. Maqdir sebelumnya menganggap penetapkan status tersangka kliennya janggal.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya belum mendapat informasi terkait penunjukan Maqdir sebagai kuasa hukum Sjamsul untuk menangani perkara korupsi BLBI.
"Kami pandang tidak terdapat hal baru dari penjelasan yang disampaikan oleh Maqdir Ismail yang mengaku sebagai kuasa hukum SJN (Sjamsul) tersebut," kata Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/6/2019).
Menurut Febri, terkait kejanggalan yang disampaikan Maqdir sudah pernah disampaikan dalam persidangan Kepala Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Saat itu, Syafruddin divonis 15 tahun kurungan penjara.
Baca Juga: KPK Terima 94 Laporan Gratifikasi Selama Lebaran 2019
"Sejumlah poin-poin yang disampaikan (Maqdir) juga sudah diuji di persidangan sebelumnya dengan terdakwa Syafruddin," ujar Febri
"Sangat jelas di fakta persidangan, SJN (Sjamsul) diduga telah melakukan misrepresentasi ketika memasukan piutang petani tambak Rp 4,58 triliun padahal utang para petani tambak tersebut tergolong macet," Febri menambahkan.
Febri kemudian meminta kepada Sjamsul dan Istri agar menyerahkan diri ke KPK.
Hingga kini Sjamsul dugaan kuat berada di Singapura. Sjamsul juga tak pernah hadir dalam pemanggilan KPK selama tiga kali dalam penyelidikan hingga akhirnya ditetapkan tersangka.
"Sebaiknya bantahan atau sanggahan dari kubu Sjamsul disampaikan saja secara langsung ke penyidik, agar keterangannya bisa diuji di proses persidangan nantinya," ujar Febri.
"Karena saat ini status mereka sudah sebagai tersangka dalam penyidikan perkara korupsi yang dilakukan KPK. Hal itu tentu akan dihargai jika tersangka bersikap koperatif," lanjutnya.
Baca Juga: Jadi Tersangka Korupsi BLBI, KPK Akan Sita Aset Sjamsul Nursalim
Sebelumnya pengacara pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail menilai tak masuk akal dan banyak kejanggalan terkait penetapan status kliennya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maqdir pun menjelaskan saat tahun 1998, pemerintah dan Sjamsul telah menandatangani perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) atas seluruh kewajiban BLBI yang diterima BDNI.
Kemudian, perjanjian tersebut telah dipenuhi setahun setelahnya pada 1999, dan telah disahkan dengan penerbitan Surat Release and Discharge (R&D), pembebasan dan pelepasan serta dikukuhkan dengan Akta Notaris Letter of Statement.