Sengketa Lahan Untag, Tedja Widjaja Merasa Dikriminalisasi

Selasa, 11 Juni 2019 | 13:05 WIB
Sengketa Lahan Untag, Tedja Widjaja Merasa Dikriminalisasi
Sidang lanjutan sengketa tanah Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (Untag) masih berlanjut. Kali ini terdakwa, Tedja Wijaya menghadirkan dua saksi. (Suara.com/Fakhri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Terkait dengan dakwaan penipuan karena tidak merealisasikan pembuatan bak garansi, Tedja menyatakan bahwa tidak ada kewajiban tersebut dalam perjanjian. “Tuduhan bahwa kami menjanjikan bank garansi atas transaksi tersebut adalah bohong dan fitnah belaka, karena jika benar diwajibkan adanya bank garansi pasti hal itu dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 58 atausetidaknya dibuatkan dalam addendum perjanjian,” tandas Tedja.

Sumber perkara bermula dari transaksi jual-beli antara Yayasan Untag yang diwakili Rudyono Darsono dengan Tedja Widjaja selaku Direktur PT GM atas lahan milik Yayasan Untag seluas 3,2 hektare dengan nilai transaksi Rp 65,6 miliar pada 2009. Dalam transaksi tersebut disepakati empat bentuk pembayaran yang tertuang dalam akta perjanjian kerjasama No.58, tangal 28 Oktober 2009, yang seluruhnya sudah dilunasi oleh Graha Mahardhika dengan bukti pembayaran yang lengkap.
Pertama, pembayaran uang muka Rp 6,445 miliar.

Kemudian pembayaran senilai Rp 15 miliar. Selanjutnya Rp 16,145 miliar dibayar tunai bertahap selama 36 bulan, dan terakhir dibayar dengan pembangunan gedung kampus baru dengan nilai minimal Rp 24 miliar. Pada Juni 2017, Yayasan Untag melaporkan dugaan tindak pidana oleh Tedja Widjaja ke polisi yang ditindaklanjuti oleh polisi dengan melakukan penyidikan.

Pada perjalanannya, polisi menyatakan berkas perkara tersebut lengkap dan melimpahkannya ke kejaksaan yang berlanjut ke penuntutan hingga akhirnya naik ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sejak awal Oktober 2018 dengan Nomor Perkara 1087/PID.B/2018/PN.JKT.UTR.

Baca Juga: Sengketa Lahan Untag Versi Tedja Widjaja: Kriminalisasi Perjanjian Bisnis

Dalam dakwaannya, Penuntut Umum menuduh Tedja Widjaja belum melakukan pembayaran sebesar Rp 15 miliar yang akan digunakan Untag untuk membeli tanah di lokasi lain sebagai pengganti tanah di Sunter. Dalam Surat Dakwaan, Tedja Widjaja didakwa telah melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP karena melakukan tipu muslihat dengan bujuk rayu dengan cara menjanjikan penerbitan Bank Garansi agar pihak Untag bersedia menandatangani

Akte Jual Beli, namun ternyata Bank Garansi yang dijanjikan tersebut tidak pernah terbit. Selain itu, Tedja Widjaja juga didakwa telah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP karena menjaminkan 5 sertifikat tanah kepada Bank ICBC dan Bank Artha Graha

Kuasa Hukum Tedja, nahoat Silitonga mengatakan, soal dakwaan belum melunasi pembayaran, kliennya memiliki bukti pembayaran melalui transfer bank dan pihak Yayasan Untag sudah mengeluarkan keterangan lunas tertanggal 18 Februari 2015. Sementara mengenai bank garansi, dalam perjanjian jual beli tidak pernah ada ketentuan bahwa Tedja akan memberikan bank garansi.

“Soal bukti tanda terima sebesar Rp 16 juta sebagai biaya pembuatan bank garansi sangatlah tidak relevan, karena tidak mungkin Tedja Widjaja membayarnya ke pihak Untag sebagai penjual, terlebih lagi nilainya tidak sebanding dengan nilai transaksi tanah sebesar Rp 65 miliar. Dalam praktiknya, biaya penerbitan bank garansi adalah dua persen dari nilai transaksi atau sebesar Rp 1,3 miliar,” paparnya.

Mengenai tuduhan penggelapan dengan menjaminkan sertifikat-sertifikat tanah ke bank, hal tersebut dilakukan lantaran sertifikat memang telah balik nama dan dimiliki PT Graha Mahardikka, Tedja Widjaja, dan istrinya. Nama-nama tersebut merupakan pemilik dan berhak, untuk menjaminkan ke bank.

Baca Juga: Sengketa Lahan Untag, Pembayaran Terdakwa Melebihi Perjanjian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI