Suara.com - Murtaja Qureiris, remaja berusia 18 tahun di Arab Saudi, menghadapi hukuman mati dengan cara dipancung dan mayatnya disalib, setelah terlibat demonstrasi memprotes kebijakan Kerajaan Raja Salman.
Amnesty International telah mendesak Kerjaaan Arab Saudi untuk mengesampingkan hukuman mati bagi seorang anak remaja yang ditangkap lima tahun lalu.
Murtaja Qureiris ditangkap saat masih berusia 13 tahun, saat ia ikut aksi protes terhadap pemerintah and ditahan sejak saat itu.
Qureiris yang kekinian berusia 18 tahun kemungkinan menghadapi eksekusi karena serangkaian pelanggaran, beberapa di antaranya terjadi ketika ia berusia 10 tahun.
Baca Juga: Umur 10 Tahun Pernah Ikut Demo, Pemuda Arab Saudi Ini Terancam Hukuman Mati
Penuntutan publik Arab Saudi meminta hukuman mati untuk Qureiris Agustus lalu, karena pelanggaran yang dianggap berat.
"Dia berpartisipasi dalam protes anti-pemerintah, menghadiri pemakaman saudaranya Ali Qureiris yang tewas dalam protes pada 2011, bergabung dengan 'organisasi teroris', melempar Molotov koktail di kantor polisi, dan menembaki pasukan keamanan,” demikian informasi yang didapat Amnesty Internasional dan dikutip Al Jazeera, Senin (10/6/2019).
Kantor berita CNN memublikasikan rekaman video yang menunjukkan Qureiris diduga berpartisipasi dalam protes sepeda di provinsi timur Arab Saudi pada 2011, bersama sekelompok anak muda lainnya.
Menurut CNN, otoritas perbatasan Saudi menahan Qureiris ketika ia bepergian dengan keluarganya ke Bahrain pada 2014.
Amnesty mengatakan setelah penangkapannya, Qureiris dikurung di sebuah pusat tahanan remaja di kota timur Dammam.
Baca Juga: Ikut Arab Saudi, Ini 45 Negara yang Rayakan Idul Fitri Selasa Hari Ini
Rezim Saudi juga menolak akses seorang pengacara sampai sidang pengadilan pertamanya pada Agustus 2018.
Setelah penangkapannya, Qureiris "Ditahan di sel isolasi selama sebulan, dan menjadi sasaran pemukulan dan intimidasi selama interogasi,” menurut Amnesty.
"Para interogatornya berjanji membebaskannya jika dia mengaku bersalah atas tuduhan itu."
Arab Saudi belum menanggapi laporan CNN dan seruan Amnesty International.
Rekam Jejak Demonstran Cilik
Remaja itu kekinian sedang menunggu sesi persidangan berikutnya, tetapi kelompok-kelompok hak asasi manusia khawatir terhadap hidup Qureiris.
Mengomentari kasus ini, Lynn Maalouf, Direktur Penelitian Timur Tengah Amnesty International, mengatakan: "Sangat mengerikan bahwa Murtaja Qureiris menghadapi eksekusi atas pelanggaran yang termasuk mengambil bagian dalam protes saat dia baru berusia sepuluh tahun.”
"Pihak berwenang Arab Saudi memiliki rekam jejak mengerikan menggunakan hukuman mati sebagai senjata untuk menghancurkan perbedaan pendapat politik, dan menghukum demonstran anti-pemerintah, termasuk anak-anak dari minoritas Syiah yang dianiaya di negara itu.”
Pada bulan April, Arab Saudi mengeksekusi 37 orang karena memprotes kebijakan kerajaan. Pemerintah menganggap 37 orang itu melakukan kejahatan terorisme.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pada saat itu, hampir semua terdakwa yang dipenggal berasal dari komunitas Muslim Syiah Arab Saudi.
Para kritikus pemerintah yang dieksekusi mengakui semua tuduhan atas dasar paksaan.
Hukuman mati dilakukan di Riyadh, kota suci Muslim di Mekah dan Madinah, provinsi Qassim tengah, dan Provinsi Timur, tempat tinggal minoritas Muslim Syiah negara itu.
Menurut hitungan berdasarkan data resmi yang dirilis oleh kantor berita resmi SPA, setidaknya 100 orang telah dieksekusi di Arab Saudi sejak awal tahun.
Negara Teluk yang kaya minyak itu berada di antara lima algojo teratas di dunia, dan menurut Amnesty International melaksanakan hukuman mati 149 orang tahun lalu.