Suara.com - Seorang pemuda di Arab Saudi, Murtaja Qureiris (18), terancam hukuman mati karena pernah ikut aksi unjuk rasa anti-pemerintah saat masih berumur 10 tahun. Rencana eksekusi pemerintah itu diumumkan Amnesty International pada Jumat (7/6/2019) kemarin.
Saat ini Murtaja Qureiris masih menjalani penahanan sekitar 15 bulan selama masa pra-persidangan. Dikutip dari CNN International, Jumat, ia kini mendekam di sel isolasi.
Sebelumnya, Murtaja Qureiris pernah ditangkap di usia 13 tahun karena partisipasinya dalam pemberontakan massal.
"Tak boleh diragukan bahwa pemerintah Arab Saudi siap untuk melakukan apa saja terhadap warganya sendiri demi menindak perselisihan, termasuk dengan menjatuhkan hukuman mati pada pria yang masih anak-anak saat ditangkap," ujar Direktur Penelitian Amnesty International di Timur Tengah Lynn Maalouf. "Sungguh miris bahwa Murtaja Qureiris kini menghadapi eksekusi karena melakukan pelanggaran dengan ikut ambil bagian dalam aksi protes saat baru berusia 10 tahun."
Baca Juga: Bakar Hidup-hidup Gadis Bangladesh, 16 Orang Dituntut Hukuman Mati
Pada video dari 2011 yang diperoleh CNN International, Murtaja Qureiris diduga terlihat tengah memimpin 30 anak-anak melakukan aksi unjuk rasa dalam masa Kebangkitan dunia Arab.
"Rakyat menuntut hak asasi manusia!" teriaknya melalui megafon sambil menunggangi sepedanya.
Tiga tahun kemudian, Murtaja Qureiris ditangkap oleh pemerintah saat dalam perjalanan menuju Bahrain bersama keluarganya.
Begitu beranjak dewasa, kini, Murtaja Qureiris diadili, dan ia dituduh jaksa penuntut sebagai bagian dari kelompok teroris ekstremis.
Diberitakan CNN International, pemerintah berupaya menerapkan hukuman mati yang paling berat terhadap Murtaja Qureiris. Ia bisa saja menjalani penyiksaan seperti penyaliban atau mutilasi setelah eksekusi.
Baca Juga: Ancam Penggal Jokowi, Hermawan Susanto Terancam Hukuman Mati
Di antara dugaan pelanggaran lainnya, Murtaja Qureiris dituntut karena saat berusia 10 tahun naik sepeda di belakang sepeda motor saudaranya, yang sibuk melempari kantor polisi dengan bom Molotov, menembaki pasukan keamanan, dan ikut demo saat pemakaman saudaranya pada 2011. Namun Murtaja Qureiris membantahnya.