Suara.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Rizal Ramli secara terang-terangan kembali mengkritik kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Melalui cuitannya pada Jumat (7/6/2019) pagi, Rizal Ramli menentang pernyataan Sri Mulyani tentang kondisi perekonomian saat ini.
Ia menganggap Sri Mulyani berdalih dengan banyak alasan untuk menyembunyikan kinerjanya, yang menurut Rizal Ramli buruk.
Berdasarkan keterangan Rizal Ramli, alasan yang terakhir digunakan Sri Mulyani pun sudah lawas.
Baca Juga: Juluki Sri Mulyani Ratu Utang, Kemenkeu: Rizal Ramli Tak Paham Kelola APBN
Dirinya juga menilai bahwa kualitas Sri Mulyani sebagai menteri kurang bagus. Tak hanya itu, ia bahkan dengan blak-blakan menyebut Sri Mulyani hanya bisa menambah utang dengan bunga yang sangat tinggi.
"More excuses. Ngeles lagi ngeles lagi. Tidak ada kebijakan innovative. Berita sudah sejak 2018. Vietnam, bahkan Myamar, menarik manfaat dari perang dagang US vs China. Sekali mediocre, tetap mediocre. Bisanya hanya ngutang berbunga super-tinggi," tulis Rizal Ramli.
Komentar itu disampaikan Rizal Ramli untuk keterangan Sri Mulyani yang disampaikan ke awak media pada Rabu (5/6/2019) lalu bahwa Indonesia mulai terkena dampak negatif dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, setelah World Bank menurunkan target pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen.
"Kalau dilihat keseluruhan tema IMF, WB, OECB dan ADB dalam hal ini mereka sudah liat eskalasi perang dagang, Amerika Serikat dan China itu masuk skenario yang tidak baik," ujar wanita yang pernah ditunjuk menjadi Direktur Pelaksana World Bank itu, usai melakukan open house Lebaran hari pertama di rumah dinas Widya Chandra 1 No. 3, Jakarta Selatan.
Ia mengungkapkan, imbas dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China mulai dirasakan pada awal Juni 2019 ini dan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II hingga IV ekonomi dunia.
Baca Juga: Sri Mulyani Dapat Penghargaan, Rizal Ramli: Menkeu Ratu Utang!
Sri Mulyani pun berharap, perang dagang antar-negara itu bisa menemui kesepakatan. Namun, menurut keterangannya, hingga saat ini reaksi dari kedua negara masih cukup panas.