Tak Mau Terpecah karena Pemilu, Warga Kampung Tengah Tolak Atribut Kampanye

Selasa, 04 Juni 2019 | 19:11 WIB
Tak Mau Terpecah karena Pemilu, Warga Kampung Tengah Tolak Atribut Kampanye
Pendeta Gereja Kristen Pasundan Magyolin Carolina Tuasuun. (Suara.com/Umay Saleh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warga Gang Eka Dharma, Kampung Tengah, Jakarta Timur, sepakat untuk tidak memasang atribut partai politik atau pasangan capres dan cawapres di Pemilu 2019 lalu. Mereka takut kerukunan dan toleransi antar warga yang sudah terjalin sejak lama rusak.

Momentum Pilkada DKI 2017 lalu hampir membuat warga Gang Eka Dharma, RT 01/RW 08 terpecah. Hal tersebut lantaran Pilkada DKI yang berbau SARA. Namun warga akhirnya sadar meski berbeda pilihan politk, masyarakat tetap bersaudara walau berbeda suku agama.

Saat musim kampanye Pemilu 2019 lalu, warga dilarang memasang spanduk, stiker baik itu pasangan capres-cawapres, partai ataupun foto calon anggota legislatif.

Larangan tersebut disampaikan oleh Ketua RT 01 RW 08 Kampung Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur, Neng Herti melalui grup whatsapp RT 01 RW 08.

Baca Juga: Romo Boni: Toleransi Itu Urusan Hati

"Jadi pas waktu Pilpres, belajar dari Pilkada DKI, bu RT kami tegas yang melarang memasang spanduk apapun. Itu termasuk kampanye di grup Whatsapp," ujar Pendeta Gereja Kristen Pasundan Magyolin Carolina Tuasuun.

Warga RT 01, RW 08 Kampung Tengah, Kramat Jati merupakan wilayah yang dikenal memiliki tradisi toleransi umat beragama. Di daerah itu, terdapat dua tempat ibadah, yakni Musala Al Mukhlashiin dan Gereja Kristen Pasundan (GKP).

Diketahui GKP sudah berdiri pada tahun 1970. Sementara musala Al Mukhlashiin berdiri pada tahun 1990-an.

Pada saat Pilkada DKI 2017 lalu, suasana hampir memanas. Namun situasi tersebut kembali normal setelah Ketua RT Neng Herti meminta agar tokoh agama yakni pendeta dan ustadz mengumpulkan tokoh masyarakat agar masyarakat kembali bersatu.

"Saya bersyukur bu RT terbuka, pak Ustadz terbuka, akhirnya bu RT WA dan saya usul nanti melakukan pendekatan ke jemaat dan ibu RT dan pak Ustadz pendekataan warga muslim. Kami juga punya tantangan sendiri. Bersyukurnya Bu RT-nya kuat," kata Carolina.

Baca Juga: Toleransi Beragama, Nama Masjid Ini Diganti Jadi Maria Bunda Yesus

Hairuddin, warga RT 01 RW 08, Kampung Tengah, membenarkan saat Pilpres 2019 lalu memang ada larangan untuk tidak memasang spanduk atau apapun yang atribut yang berbau kampanye di lingkungan Gang Eka Dharma RT 01 RW 08.

Larangan tersebut kata Hairuddin karena warga RT 01 RW 08 tidak ingin terpecah belah meski berbeda pilihan politik saat Pilpres ataupun Pilkada.

Hairuddin menuturkan, larangan spanduk kampanye di setiap rumah atau kawasan tersebut disampaikan melalui pengumuman yang tertera di mading.

"Enggak boleh di sini di pasang spanduk kampanye Pilpres, Pileg," ucap Hairuddin.

Selain itu, warga juga tidak segan untuk menegur pihak luar atau timsukses peserta Pemilu yang memasang atribut kamoanye di kampung tersebut.

"Kalau ada yang pasang pasti kita suruh copot," tutur Hairuddin yang merupakan marbot Musala Al Mukhlashiin.

Warga non muslim dan muslim di Gang Eka Dharma berkumpul. (Foto dok. Warga)
Warga non muslim dan muslim di Gang Eka Dharma berkumpul. (Foto dok. Warga)

Sementara itu, Ketua RT 01 RW 08 Neng Herti mengatakan sebelum Pilpres 2019, dirinya sudah mengingatkan kepada warganya agar tidak terpecah belah meski berbeda pilihan politiknya.

"Waktu Pilpres saya sampaikan kepada warga saya gunakan hak suara jangan sampai Golput. Saya juga menyampaikan jangan perbedaan dijadikan ajang permusuhan, perbedaan adalah hal yang biasa. Kita saudara jangan sampai terpecah belah," kata Neng Herti.

Neng Herti berharap kerukunan dan toleransi antar umat beragama terus dilakukan di wilayahnya. Pasalya tradisi toleransi umat beragama sudah dibangun sejak lama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI