Suara.com - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mempertanyakan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memutuskan untuk memasukan Jatam ke dalam daftar hitam pemohon sengketa informasi. Pertanyaan itu dilontarkan lantaran KIP tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi dan menimbulkan adanya dugaan memberikan perlindungan terhadap Kementerian ESDM.
Koordinator Jatam, Merah Johansyah heran melihat KIP yang malah memberikan sanksi kepada Jatam pada sengketa informasi dengan termohon Kementerian ESDM. Menurutnya yang seharusnya dijatuhi sanksi ialah Kementerian ESDM yang tidak merespon saat dimintakan informasi soal pertambangan di Indonesia.
"Ada apa antara Kementerian ESDM dengan Komisi Informasi pusat? Mengapa KIP Pusat berani melampaui kewenangan dia sendiri hingga menjatuhkan sanksi?," kata Johansyah kepada Suara.com, Selasa (4/6/2019).
"Mestinya yang dihukum adalah kementerian ESDM yang tak merespon permohonan informasi hingga harus menuju sidang sengketa dan karena kementerian ESDM menyebut data izin tambang dan petanya tidak bisa dibuka ke publik," sambungnya.
Baca Juga: Komisi Informasi Putuskan JATAM Masuk Daftar Hitam Pemohon Sengketa
Dalam putusannya, KIP memutuskan untuk memasukan Jatam ke dalam daftar hitam pemohon sengketa karena dinilai tidak bersungguh-sungguh serta tidak memiliki perizinan yang dikeluarkan oleh Kemenkumham. Johansyah mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki Akte Notaris untuk membuktikan kelegalan. Akan tetapi yang ditekankannya ialah bukanlah permasalahan tersebut sehingga KIP harus memberikan sanksi kepada Jatam.
"Itu dugaan celah abu-abu permainan mereka KIP pusat dan ESDM," ujarnya.
"Mestinya KIP pusat hanya bisa menerima atau menolak legal standing itupun mestinya jika dilakukan di fase awal bukan di fase akhir, mestinya ada semacam putusan sela sebelum putusan akhir mengenai legal standing," sambungnya.
Oleh karena itu, Johansyah menerangkan bahwa pihaknya akan menggugat Keputusan Komisi Informasi (Kepki) Nomor 1 Tahun 2018 telah bertentangan dengan Hak Atas Informasi dalam UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. Kepki Nomor 1 Tahun 2018 itu diduga Johansyah menjadi tameng untuk menghalangi hak dasar publik mendapatkan informasi. Rencananya gugatan itu akan diajukan seusai hari raya Idul Fitri.
"Dan telah memberikan KIP Pusat melampaui kewenangannya hingga bisa mensanksi dan memasukkan dalam daftar hitam, Kepki ini yg menjadi celah dalam memunggungi subtansi UU KIP Nomor 14 Tahun 2008," tandasnya.
Baca Juga: JATAM Ungkap Bupati Ngada Permulus Izin Tambang Setnov di NTT
Untuk diketahui, Komisi Informasi (KI) Pusat putuskan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) masuk ke dalam daftar hitam pemohon sengketa informask di KI seluruh Indonesia. Keputusan itu diambil dengan berbagai alasan, termasuk tidak adanya legalitas resmi berbentuk surat dari Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).
Sidang putusan itu digelar Majelis Komisioner (MK) KI Pusat yang diketuai Romanus Ndau Lendong beranggotakan Arif Adi Kuswardono dan Muhammad Syahyan didampingi Panitera Pengganti (PP) Aldi Rano Sianturi di ruang sidang lantai 1 Kantor Sekretariat KI Pusat Wisma BSG Jakarta pada Rabu (29/05/2019). Dari sidang tersebut MK KI Pusat menolak permohonan dari pemohon.