Di kelas itu, mahasiswa Muslim berjumlah sekitar lima orang dari total 30 mahasiswa. Meski begitu, ujar Andi, Rusli selalu memberikan kesempatan kepada mahasiswa Muslim untuk sholat.
Kudapan sore itu telah menyatukan seluruh mahasiswa di kelas, ujar Shanialea Ginting, mahasiswa beragama Kristen.
“Membangun canda tawa, bahagia, meski pusing kelasnya. Tapi kita nikmati saja kelasnya. Pemikiran soal tugas itu dilupakan dulu, karena suasananya mendukung untuk sosialisasi,” jelasnya yang membantu Rusli membagikan kue.
Kisah Rusli hadir di tengah munculnya sejumlah kasus intoleransi sejak awal 2019. Di Bandung, acara kelompok Ahmadiyah terpaksa dipersingkat karena desakan massa. Sementara di Bekasi, sekelompok warga menolak rencana pembangunan pura.
Baca Juga: Nyentrik, Kristen Stewart Tampil Tanpa Alis di Fashion Show Chanel Korea
Andi mengatakan, penolakan pura di Bekasi itu membuatnya ingin membagikan kisah inspiratif dari dosen. Dia ingin menceritakan kepada teman-temannya bahwa toleransi masih ada.
“Saya di situ merasa sampai kapan negara kayak gini? Lalu pas Pak Rusli membagikan kue itu, saya berpikir, ini kebaikan loh. Kok nggak saya sampaikan ke teman-teman saya?’ ujarnya.
Andi, yang tumbuh di lingkungan Muslim dan bersekolah di sekolah umum, mengatakan masuk di universitas Kristen telah memperluas pandangannya mengenai orang dengan agama berbeda.
“Di saat itu tiba-tiba viral, saya merasa oh mungkin memang banyak orang yang ingin merasakan (toleransi) kayak gini juga,” jelasnya.
Toleransi Telah Tumbuh Sejak Dulu
Baca Juga: Kisah Segitiga Emas di Kampung Sawah, Muslim dan Kristen Bertoleransi
Aksi saling berbagi lintas-agama memang sudah mengakar dan hidup di tengah masyarakat Indonesia sejak dulu. Saat Ramadan, masyarakat dari berbagai agama berbondong-bondong memberikan takjil gratis bagi muslim yang berpuasa.