Cerita 2 Hafiz Muda Indonesia Jadi Imam Tarawih di Amerika

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 29 Mei 2019 | 11:41 WIB
Cerita 2 Hafiz Muda Indonesia Jadi Imam Tarawih di Amerika
Ilustrasi anak-anak dari komunitas muslim di Amerika Serikat saat ikut tarawih Ramadan di New York. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masjid-masjid di Amerika Serikat semakin memberi kesempatan kepada anak-anak muda untuk tampil menjadi imam, bagian dari program regenerasi imam dan mendapatkan imam dari komunitas setempat, supaya masjid tidak lagi harus ‘mengimpor’ imam dari luar AS.

Program itu dimungkinkan dengan semakin berkembangnya sekolah-sekolah untuk menghafal Alquran, hifz school.

Dua dari anak-anak muda yang selama bertahun-tahun ini diberi kesempatan itu adalah Ifdal Yusuf dan Muhamad Abdul-Hafiz Zakaria, dua diaspora Indonesia.

Ifdal, kelahiran Jakarta yang hari ini berusia 23 tahun, tinggal di kota Dallas, Texas. Lalu ada Muhamad, yang Maret lalu berusia 17 tahun, tinggal di kota College Park, Maryland.

Baca Juga: Puasa 16 Jam, Begini Pengalaman Pertama Muslim Indonesia Ramadan di Amerika

Proses menjadi imam dimulai dengan menugaskan murid-murid sekolah hifz, yang sudah hafal Alquran, memimpin salat. Seiring waktu, manakala hapalan mereka semakin baik dan pengalaman menjadi imam semakin banyak, mereka dipercaya menjadi imam tarawih.

Hafal Alquran Sejak Usia Dini

Ifdal Yusuf, hafiz Indonesia berusia 23 tahun, tinggal di kota Dallas, Texas, Amerika Serikat. (courtesy photo / via VOA Indonesia)
Ifdal Yusuf, hafiz Indonesia berusia 23 tahun, tinggal di kota Dallas, Texas, Amerika Serikat. (courtesy photo / via VOA Indonesia)

Bagi Ifdal, yang sejak usia 12 sudah hafal Alquran, sudah 9 tahun ini ia menjadi imam.

Sementara bagi Muhamad, yang hafal Alquran sejak usia 11 tahun mengatakan, ia mulai menjadi imam salat tarawih sejak lima tahun lalu.

Ifdal dan Muhamad yang sama-sama sejak kecil belajar mengaji, mengakui tidak mudah menghafal Alquran. Ifdal malah sempat ingin menyerah.

Baca Juga: Islamofobia Menjamur, Muslim Amerika Serikat Ramai-ramai Nyaleg

“Tahun pertama itu, susah, kan dari sekolah umum masuk sekolah hifz. Fokusnya susah, bosan. Sehari delapan jam, (belajar) Alquran. Pulang, Alquran lagi,” ungkap Ifdal seperti dilansir dari VOA, Rabu (29/5/2019).

Selepas SMA, Ifdal belajar Bahasa Arab, Fiqh, dan Tafsir di Bayyinah Institute di Dallas, Texas. Ilmu memperkuat niatnya mempelajari Quran, sementara undangan menjadi imam terus mengalir.

Muhamad sejak kecil diarahkan orangtua untuk menghafal Quran. Setelah sempat masuk hifz school, sambil menjadi imam, ia kini melanjutkan sekolah untuk menyelesaikan SMA. Tetapi interaksi dengan Alquran bukan berarti selesai.

"Anda akan menghabiskan banyak waktu, menghafal dan meninjau, mungkin setidaknya satu jam, mungkin lebih dari itu, menyisihkan waktu dari hari Anda untuk meninjau Quran, menghafal Quran dan mempelajari artinya,” ujar Muhamad.

Berdasar pengalaman, kata Muhamad, untuk menghafal Alquran, kita harus meluangkan waktu untuk membaca, mengkaji, dan memahami makna ayat-ayat Alquran tersebut.

Di sela rutinitas menjadi imam, mengajar mengaji dan menjaga hafalan Quran, Ifdal mengejar ilmu psikologi klinis di University of Texas at Arlington, Muhamad mengincar jurusan mechanical engineering, University of Maryland.

Ingin Dalami Islam di Makkah

Muhamad Abdul-Hafiz Zakaria (17 tahun), tinggal di kota College Park, Maryland, Amerika Serikat. (courtesy photo / via VOA Indonesia)
Muhamad Abdul-Hafiz Zakaria (17 tahun), tinggal di kota College Park, Maryland, Amerika Serikat. (courtesy photo / via VOA Indonesia)

Keduanya bertekad mengantongi sarjana di Amerika sebelum melanjutkan pendidikan ke-Islaman di Makkah atau Madinah. Setelah itu, barulah akan berpikir menjadi imam.

Jadi, “Ifdal bukan (belum jadi) imam sekarang. Tetapi ingin jadi imam,” katanya merendah.

Dengan rutinitas yang padat, kedua imam muda itu mengaku tetap punya waktu bersenang-senang, dan tetap ingin menjadi anak muda yang cool.

Ifdal mengisi Sabtu atau libur kuliah dengan jalan-jalan bersama keluarga atau teman, makan-makan atau menonton di bioskop. Ia juga mengikuti Game of Throne, dan film terakhir yang ditontonnya, “Avenger Endgame.”

Sementara Muhamad rutin seminggu dua atau tiga kali menekuni hobi bela diri tradisional. Ia juga berkumpul dan ngobrol dengan teman-temannya.

Namun, keduanya menolak musik. Muhamad menyatakan, “It’s gonna distract from my Quran.” (Ini (musik) akan mengalihkan perhatian dari (hafalan) quran saya).

Baik Ifdal maupun Muhamad memahami tuntutan imam. Karenanya, Ifdal berharap psikologi kelak membantunya sebagai imam. Muhamad ingin menjadi imam yang menguasai Alquran dan juga ilmu-ilmu lainnya.

Harapan Muslim besar terhadap imam muda yang lahir atau besar di Amerika mengingat negara ini kekurangan pasokan imam, dan ‘mengimpor’ imam belakangan kerap terbentur visa.

Ifdal dan Muhamad diharapkan bisa menjadi imam sekaligus pembimbing agama, yang menguasai masalah khas Amerika dan menjawab dalam bahasa Inggris yang baik, sesuatu yang sangat dibutuhkan seiring makin berkembangnya jumlah Muslim dan masjid di negara ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI