Kronologi Kematian Janggal Harun di 22 Mei, Keluarga Dilarang Lihat Jenazah

Selasa, 28 Mei 2019 | 13:02 WIB
Kronologi Kematian Janggal Harun di 22 Mei, Keluarga Dilarang Lihat Jenazah
Sejumlah massa Aksi 22 Mei terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/209). Aksi unjuk rasa itu dilakukan menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional Pemilu serentak 2019. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kematian Harun Al Rasyid, bocah 15 tahun yang dikabarkan meninggal saat aksi 22 Mei, masih menyisakan tanda tanya bagi keluarganya. Hal tersebut disampaikan oleh kedua orang tuanya.

Pada Senin (27/5/2019) kemarin dalam wawancara TV One untuk program Kabar Petang, Didin Wahyudin dan Murni menceritakan kronologi kematian putranya, yang menyimpan beberapa kejanggalan.

Murni mengungkapkan, pada Rabu (22/5/2019) siang, Harun pergi dari rumah setelah meminta uang Rp5 ribu padanya untuk membuat layangan.

Lalu, hingga waktu berbuka tiba, Harun tak kunjung pulang, sehingga Murni mengira bahwa putranya itu berbuka bersama teman-temannya di luar. Namun, hingga Kamis (23/5/2019) pagi saat tiba waktunya untuk sahur, Harun masih belum kembali ke rumah.

Baca Juga: Kapolri Tito ke RS Malam-malam, Jenguk Anak Buahnya Korban Kerusuhan 22 Mei

Murni pun sempat mencari Harun di rumah teman-temannya, sementara sang suami masih bekerja, tetapi hasilnya nihil.

Didin dan Murni pun memutuskan untuk bersama mencari Harun pada Kamis sore setelah salat dan berbuka puasa. Di tempat Harun biasa berkumpul dengan teman-temannya, Murni mendapat sebuah informasi.

"Terakhir dapat informasi itu di Asem, di tempat laundry, ya memang di situ banyak teman-temannya. Saya bilang, 'Dek, maaf, lihat Harun enggak?' Saya gituin. 'Oh iya, Bu, semalam kita ikut...' Kita katanya, tapi saya juga enggak tahu anak-anak itu, orang namanya kenal sekilas-sekilas doang,'" kata Murni.

"'Semalam saya ketemu di Slipi,' katanya. 'Di Slipi? Emang di Slipi ngapain?' 'Ikut-ikutan,' katanya. 'Kok kamu sudah pulang, Harun belum?' saya gituin. 'Ya dia pulang enggak mau, diajak pulang enggak mau,' katanya," lanjutnya.

Kemudian Didin mendapat telepon dari seorang relawan yang merupakan teman kakak Harun. Ia diminta mencocokkan foto Harun dengan foto mayat yang ada di Rumah Sakit Dharmais.

Baca Juga: Terkuak, Ini 3 Kelompok yang Tunggangi Kerusuhan 22 Mei

"Di Dharmais itu ada seorang anak umur 14 tahun korban tembak polisi, beritanya seperti itu, dan di-share di grup HP saya itu, saya lihat fotonya itu memang mirip seperti Harun, dari alisnya, dari matanya itu, tapi saya lihat rambutnya agak keriting, jadi enggak mirip Harun. Jadi saya pikir, Sudahlah, itu bukan Harun," terang Didin.

"Enggak lama, berselang waktu, tim dari relawan datang ke rumah kami mencocokkan bahwa foto yang di-share ke grup itu mirip tidak dengan data yang mereka punya," tambahnya.

Tim relawan tersebut, menurut keterangan Didin, adalah orang pertama yang menemukan Harun di lokasi kejadian dan mengangkatnya ke ambulans untuk diantar ke Rumah Sakit Dharmais.

"Kondisi anak saya di sininya nih (kepala belakang, -red) lembek, terus ada peluru di sini nih (lengan atas kiri, -red) lubang, tembus katanya ke sini, ke paru-paru, jantung. Akhirnya, mungkin karena tidak tahan, di Dharmais itu sekitar pukul 21.45 WIB dinyatakan anak saya enggak ada tanggal 22 (Mei, -red)," jelas Didin.

Namun, Didin mengaku tak kuat untuk melihat dan mencocokkan kondisi jenazah putranya di rumah sakit.

"Terpaksa saya wakilkan kepada orang tua saya dengan adik saya yang paling bungsu. Jadi merekalah yang jalan ke sana. Sebenarnya tidak langsung ke Dharmais karena memang posisinya sudah dioper ke Rumah Sakit Kramat Jati. Nah untuk itu, jadi sampai sana, di Kramat Jati, katanya, tidak bisa diambil karena jenazahnya ini harus melalui proses minta surat pengantar dari Polres Jakarta Barat," ungkap Didin.

Menurut penjelasannya, Didin juga tak mendapat informasi apa pun dari kepolisian mengenai penyebab kematian Harun. Bahkan keluarganya dilarang melihat jenazah Harun.

"Tidak ada, tidak ada sama sekali. Bahkan waktu orang tua saya di Kramat Jati pun di rumah sakit itu tidak boleh melihat mayatnya. Dia hanya bisa melihat foto di HP. 'Betulkah Bapak, anak ini namanya anak ini?' Gitu, dan namanya pun disebutkan Mr X," tutur Didin.

Ia sendiri tak tahu alasannya dan beranggapan, karena Harun tak membawa kartu identitas saat itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI