Suara.com - Sidang lanjutan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet akan kembali digelar hari ini, Selasa (28/5/2019). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Desmihardi berharap agar tuntutan yang dibacakan nantinya sudah sesuai dengan fakta persidangan. Pada persidangan sebelumnya sudah dihadirkan saksi dari pihak Ratna maupun jaksa.
"Semoga penuntut umum dapat mengajukan tuntutannya berdasarkan fakta-fakta materiil yang terbukti di persidangan," ujar Desmihardi saat dihubungi, Selasa (28/5/2019).
Menurutnya JPU tidak boleh memaksakan tuntutannya seperti pada dakwaan. Alasannya, kebohongan yang Ratna Sarumpaet lakukan tidak menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Selain itu Ratna disebut Desmihardi tidak berbohong pada publik sehingga tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana.
Baca Juga: 36 Jam Mata Ditutup seusai Sedot Lemak, Ratna Sarumpaet Syok saat Berkaca
"Tidak memaksakan bahwa kebohongan ibu Ratna yang bersifat pribadi itu menjadi suatu tindak pidana, apalagi sampai berpendapat bahwa akibat bohongnya ibu Ratna itu telah terjadi keonaran di tengah masyarakat," jelas Desmihardi.
Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kuasa hukum Ratna sudah memanggil beberapa saksi.
Beberapa di antaranya ada nama politisi dari kubu Prabowo - Sandiaga juga muncul sebagai saksi sidang ibunda Atiqah Hasiholan itu. Mereka adalah Fahri Hamzah, Nanik S Deyang, Dahnil Anzhar, Amien Rais dan Aktivis Said Iqbal.
Ada juga juga seniman dan akademisi seperti Tompi dan Rocky Gerung sebagai saksi. lalu ada dokter sedot lemak, psikiater, staf Ratna Sarumpaet hingga ahli dari berbagai bidang juga turut memberi kesaksian.
Diketahui, Ratna Sarumpaet sebelumnya mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018.
Baca Juga: Ngaku Dipukuli Hingga Lebam, Ratna Sarumpaet: Itu Seketika Tanpa Skenario
Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.
Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).