Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjabarkan prediksinya tentang kondisi Indonesia setelah MK memberikan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada 28 Juni mendatang.
Mengawali penjelasannya, Mahfud MD memberikan contoh pengalamannya sebagai Ketua MK pada 2009, saat SBY maju sebagai capres untuk kali kedua.
Dirinya membandingkan dengan situasi saat ini, yang menurutnya tak jauh berbeda.
"Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama, Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh Presiden SBY dan sebagainya waktu itu, masih ingat tahun 2009," ujar Mahfud MD dalam tayangan Primetime News MetroTV, Minggu (26/5/2019).
Baca Juga: Yusril: Link Berita Tak Bisa Jadi Alat Bukti Gugatan Pilpres 2019 di MK
Ia pun menggambarkan suasana kala itu. Menurut keterangannya, menjelang putusan MK terkait sengketa Pilpres 2009, terjadi demo setiap hari.
"Seminggu sebelum putusan MK itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian saya ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu bahwa sesudah memeriksa dengan saksama, kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore," terang Mahfud MD.
Meski begitu, tak lama kemudian, capres yang menjadi saingan SBY saat itu mau menerima putusan MK.
Mahfud MD melanjutkan, "Jam setengah 5 Bu Megawati sudah dengan sikap kenegarawannya mengatakan dari kediamannya, 'Kami menerima keputusan ini karena itu sudah keputusan hukum.'"
"Pada waktu yang bersamaan, Jusuf Kalla, yang pada waktu berpasangan dengan Wiranto, juga menyatakan menerima," sambungnya.
Baca Juga: Gerindra Yakin MK Tak Tolak Bukti Berita Media Online Prabowo - Sandiaga
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan tersebut lalu menceritakan kondisi negara setelah putusan MK ditetapkan dan capres yang kalah menyatakan sikap.