Suara.com - Status anggota BPN Prabowo - Sandiaga, Mustofa Nahrawardaya akan ditentukan dalam 1 x 24 jam, dihitung sejak Minggu (27/5/2019) pagi. Kemungkinan jawaban Mustofa Nahrawardaya ditahan terjawab, Senin (27/5/2019) hari ini.
Mustofa Nahrawardaya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks atas kerusuhan pada tanggal 22 Mei 2019.
"Kalau aturan KUHAP 'kan pemeriksaan itu maksimal 24 jam untuk kemudian bisa dilakukan penahanan atau penahanan luar," kata Djudju Purwantoro selaku kuasa hukum Mustofa Nahrawardaya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Minggu malam.
Kendati demikian, Djudju berharap Mustofa tidak ditahan. Akan tetapi, Djudju mengaku dia belum mempersiapkan surat penangguhan penahanan.
Baca Juga: Cerita Istri, Mustofa Nahra Ditangkap Usai Pulang Ngaji
"Kami harap tidak ditahan, ya. Untuk surat penangguhan, kami lihat sejauh mana kondisinya. Sampai saat ini cukup bisa bertahan. Istri juga sudah membawakan obat untuk yang bersangkutan," kata Djudju.
Mustofa ditangkap untuk diperiksa karena diduga keras telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau pemberitaan bohong melalui Twitter berdasarkan laporan di Bareskrim Polri pada tanggal 25 Mei 2019.
Dia dijerat dengan Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam surat penangkapan, Mustofa dijerat Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Bagi kuasa hukum, penangkapan ini memang terlalu cepat prosesnya. Akan tetapi, Djudju masih tetap berpikiran positif pada pihak kepolisian.
Baca Juga: Pengacara Nilai Penangkapan Mustofa Nahra Janggal
"Biasalah hal-hal seperti itu. Akan tetapi, kami minta penyidik menerapkan aturan yang berlaku dan bertindak equality before the law (persamaan di depan mata hukum)," kata Djudju.