Suara.com - Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) menyayangkan banyak korban berjatuhan beberapa bahkan tewas dalam insiden kerusuhan di Jakarta buntut aksi 22 Mei 2019.
Menurut Mer-C, para korban berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari massa aksi, warga sipil yang tidak terlibat, hingga petugas medis.
Mer-C menganggap hal itu terjadi karena tindakan represif dari aparat keamanan. Aparat juga disebut menggunakan senjata api untuk membubarkan kerusuhan yang terjadi di sekitar kantor Bawaslu itu.
Pendiri sekaligus Dewan Penasihat Mer-C, Joserizal Jurnalis mengatakan, pihaknya akan melapor ke International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Baca Juga: Situasi Jakarta Terkini Usai Kerusuhan, Kawasan Sarinah Masih Tutup
Menurutnya tindakan represif aparat keamanan sudah melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
"Kemanusiaan itu universal. Tidak dibatasi negara, tidak dibatasi bangsa, jadi kita melewati batas-batas bangsa. Melewati batas bangsa itu kalau saya itu melalui United Nation (PBB). Pengadilan yang kita kasih contoh tadi ICC atau ICG," ujar Jose di sekretariat Mer-C, Jakarta Pusat (25/5/2019).
Namun Jose mengaku belum tahu pihak mana yang akan ia laporkan ke ICC. Ia akan menyerahkan hal tersebut kepada ahli hukumnya. Menurutnya, yang paling bertanggung jawab atas tindakan aparat adalah orang yang memegang komando dan membuat kebijakan.
"Biasanya yang bertanggung jawab itu yang berhubungan langsung. Seperti kasus Mavi Marmara itu panglima bersenjata di Israel. Jadi yang berhubungan langsung yang mengambil kebijakan dan komando," kata Jose.
Jose mengatakan akan melakukan itu hanya karena urusan kemanusiaan, bukan politik praktis. Masalah kemanusiaan adalah hal yang tidak boleh dilanggar.
Baca Juga: Orang Tua Harun Curiga Anaknya Meninggal Dianiaya Saat Kerusuhan 22 Mei
"Ini adalah masalah kemanusiaan. Masalah kemanusiaan ini dihargai di mana-mana oleh agama, bangsa apapun. Tidak bisa kita melakukan hal atau nilai-nilai yang sudah disepakati oleh nilai kemanusiaan," pungkas Jose.