Suara.com - Kementerian Luar Negeri tahun ini kembali menggelar penganugerahan penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award atau HWPA 2019. Penganugerahan untuk kali kelima ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya pengakuan terhadap para pihak yang telah berperan aktif, memberikan dedikasi, kontribusi dan dukungan dalam upaya perlindungan WNI di luar negeri.
Sejumlah lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah, hingga individu pernah menerima penghargaan ini. Kepala perwakilan RI dari dubes hingga konsul, staf perwakilan RI dari pejabat dinas hingga staf lokal, mitra kerja perwakilan RI baik di dalam dan luar negeri, mitra kerja kementerian luar negeri di tingkat pusat maupun daerah, masyarakat madani seperti organisasi masyarakat, NGO hingga individu, pemerintah daerah, hingga jurnalis dan media massa.
Yang menarik adalah nama mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda periode 2001-2009 sebagai nama penghargaan. Sejumlah pihak pernah menanyakan alasan penggunaan nama mantan menteri Hassan Wirajuda yang saat ini masih aktif membantu pemerintah menjalin diplomasi ke berbagai pihak.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan, Hassan Wirajuda adalah inisiator dan pelopor pengarusutamaan upaya perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di luar negeri oleh Kementerian luar negeri pada khususnya dan pemerintah RI pada umumnya.
Baca Juga: Kemenlu Tunggu Usulan Publik Calon Penerima HWPA 2019
Di era menteri luar negeri ke-15 ini, keluar berbagai kebijakan terkait perlindungan WNI. Dari kebijakan kelembagaan, pada tahun 2002, terbentuk direktorat baru yang memiliki tugas dan fungsi khusus mengkoordinasikan penanganan perlindungan WNI, yakni Direktorat Perlindungan WNI dan BHI di bawah Dirjen Protokol dan Konsuler.
Kemudian pada tahun 2006, Hassan Wirajuda memperkenalkan konsep Citizen Service di 16 perwakilan RI di luar negeri di mana banyak warga negara Indonesia berdomisili. Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Malaysia dan KBRI Singapura menjadi proyek percontohan Citizen Service, yang terbukti mendapat sambutan hangat dari para warga Indonesia.
Pada tahun 2008, gagasan tersebut dilembagakan dengan dikeluarkan permenlu 04/2008 mengenai Perwakilan Citizen Service yang menjadi dasar penetapan 24 perwakilan RI di luar negeri sebagai perwakilan Citizen Service. Keberadaan Citizen Service ini untuk mempersingkat layanan konsuler dan administrasi seperti perpanjangan buku paspor kepada WNI di luar negeri, konseling hingga bantuan hukum kepada para pekerja migran.
Hassan Wirajuda dalam sebuah kesempatan menjelaskan pentingnya perlindungan WNI di luar negeri. Banyak WNI yang bekerja di luar negeri baik sebagai TKI hingga anak buah kapal mendapatkan berbagai persoalan yang tidak tahu harus mengadukan kasusnya ke mana. “Negara harus hadir di tengah warga yang membutuhkan bantuan. Dan peran itulah yang harus dilakukan perwakilan sebagai ujung tombak negara di luar negeri,” kata Hassan.
Ia kemudian bercerita saat ia sedang bertugas di Kairo sebagai duta besar Indonesia. Waktu itu, ia melihat bagaimana menderitanya mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Kairo. Waktu itu, sebanyak hampir 1.500 mahasiswa Indonesia sebagian besar tidak mendapatkan beasiswa. Selain itu, mahasiswa tersebut juga tidak menerima pelayanan hukum yang baik. "Saat itu, biaya conselor service cukup mahal, bayangkan saja mahasiswa harus menyisihkan uang untuk itu. Belum lagi pengorbanan waktu untuk menunggu," kata Hassan.
Baca Juga: HWPA 2019, Perlindungan WNI Prioritas Politik Luar Negeri Kemenlu
Kondisi ini semakin parah pada tahun 1997 saat Indonesia memasuki krisis moneter. Sebanyak hampir 2.000 mahasiswa tidak bisa menerima pengiriman uang dari negara Indonesia karena saat itu bank tidak dipercaya mengeluarkan LC. Hingga pertengahan Januari 1998, sebagian mahasiswa tidak bisa makan. Atas pengalamannya itu, Hassan berpikir bahwa perlindungan warga merupakan salah saru misi yang harus dikejar. Adapun pendekatannya adalah kepedulian dan keberpihakan kepada WNI di luar negeri. "Bahwa pelayanan publik mesti dilakukan dengan cepat, murah dan ramah," kata Hassan.