Suara.com - Milisi bersenjata membunuh 34 warga sipil dalam serangan di Republik Afrika Tengah pada Selasa (21/5), kata juru bicara pemerintah, dengan memberikan batas waktu bagi pentolan kelompok tersebut agar menyerahkan pelaku kepada pihak berwenang.
Serangan tersebut merupakan yang paling mematikan sejak 14 kelompok bersenjata menyepakati perjanjian damai pada Februari lalu.
Perjanjian tersebut dimaksudkan untuk menghadirkan stabilitas negara yang diguncang kekerasan sejak 2013, saat sebagian besar pemberontak Muslim Selaka menggulingkan presiden pada saat itu. Insiden tersebut berujung pada aksi balas dendam dari sebagian besar milisi Kristen.
Kelompok 'Return, Reclamation, Rehabilitation,' atau 3R, menyerbu sejumlah desa di wilayah Pahoua, berupaya membalas dendam atas terbunuhnya seorang etnik Peul, ungkap juru bicara pemerintah Ange Kazagui saat konferensi pers gabungan dengan misi penjaga perdamaian PBB, MINUSCA, Rabu.
Baca Juga: Gadis Afrika Tengah Jadi Sasaran Pelecehan Seks Tentara Asing
Pemerintah mendesak pimpinan 3R Sidiki Abass untuk "menangkap sekaligus menyerahkan mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian ini kepada pihak berwenang dalam waktu 72 jam atau risiko ditanggung sendiri," kata Kazagui.
"MINUSCA meminta khususnya 3R dan pada umumnya seluruh kelompok bersenjata untuk menunjukkan rasa hormat yang tinggi terhadap hak asasi internasional, rekonsiliasi dan perjanjian damai," kata juru bicara MINUSCA, Uwolowulakana Ikavi-Gbetanou. (Sumber: Reuters/Antara)